Senja bening di wonogiriSenja di wonogiri, kita mulai berkenalan dengan dinding dinding tebing berwajah putih kapur. Kita mulai bercengkrama dengan lalat lalat hitam. Bermain dengan nyanyian sapi.
Kita di sana.. Tersenyum menyentuh bukit berdinding kapur, menadah langit menunjuk mentari merah.
Di sana terdengar sayup alunan nada nada dari seruling bambu. Ada jemari menari nari bermain diantara lubng lubang bulat pada bambu kuning yg menempel dibibir bapak tua.
Kulitnya legam, wajahnya letih namun berhas pengharapan,, matanya mungil rabun namun dipenuhi syukur.
Ia si bapak tua, si peniup seruling yg membangunkan penghuni di lembah berdinding bukit kapur.
Ia si peniup seruling yg mengiringi pujian dan doa doa orang yang berkunjung ke sumur pengharapan di salah satu sudut wonogiri
Dan... Kita ketika mengenalnya mulai akrab menghabiskan waktu,
Kepadamu ia berkisah tentang ladang dan sawahnya, tentang sumur, seruling bambu dan hewan peliharaannya.
Kepadamu ia juga berkisah tentang anak gadisnya
Kepadamu ia berkisah tentang masa depan di kampung halamannya. Dan engkau menyambutnya dengan sukacita, tampak dari kata, wajah dan senyummu.
Seakan engkau membayangkan anak gadisnya yg tidak ada di sana. Anak gadisnya yg sedang berjuang hidup dengan harap dan kebahagiaan. Dan engkaupun tampak begitu bahagia.