Lihat ke Halaman Asli

Adelitta Natasha

프라이브시 지금

Sebuah Utas tentang Kesehatan Mental

Diperbarui: 6 Maret 2022   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Hari kesehatan mental sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Banyak orang ikut meramaikannya secara langsung dengan menggelar seminar atau melalui media internet, seperti membuat tagar, mengunggah poster, dan membuat artikel tentang kesehatan mental. Kegiatan ini tentu dilakukan mengingat situasi sekarang karena pandemi covid-19, namun demikian pencarian informasi tentang kesehatan mental menjadi lebih mudah untuk ditemukan. 

Orang-orang akan mulai tertarik tentang apakah kesehatan mental itu? Seberapa pentingkah bagi setiap orang? Bagaimana agar kesehatan mental dapat terjaga? Mari kita mempelajari tentang kesehatan mental.

Kesehatan mental adalah tingkat kesejahteraan psikologis manusia. Pengaruh lingkungan sekitar sangat berdampak bagi kesehatan mental seseorang, seperti melalui pengalaman dan hubungan dengan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan mental yang baik atau sehat memungkinkan seseorang untuk beraktivitas dengan nyaman dan tenteram tanpa merasa gelisah. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kesehatan mental yang buruk cenderung tidak nyaman dalam menjalankan setiap aktivitasnya, bahkan tidak jarang seseorang lebih memilih untuk tidak melakukan apa pun. Penyebabnya tentu sangat beragam, mulai dari hal kecil sampai hal besar. Hal ini dipicu karena kita sendiri kurang memahami pendidikan kesehatan mental.

Jarang ditemui pendidikan kesehatan mental ini disampaikan oleh orang tua kepada anak, guru kepada murid, bahkan di lingkungan pertemanan jarang sekali dibahas. Kurangnya pengetahuan tersebut membuat seseorang bersikap sesuai keinginannya tanpa memedulikan orang di sekitarnya. 

Tanpa sengaja seseorang sering kali melontarkan lelucon kepada orang lain dengan niat untuk menghibur. Padahal, lelucon tersebut sangat melukai perasaan orang lain. Contoh lainnya seperti ketika orang tua yang mengalami masalah dalam pekerjaannya kemudian melampiaskan kekesalan yang dialami kepada anak-anaknya. Tentu saja anak yang tidak tahu apa-apa menjadi bingung dan takut. Selain di lingkungan rumah dan pertemanan, pengaruh buruk untuk kesehatan mental juga bisa terjadi di lingkungan sekolah. Misalnya saat seorang guru menunjuk muridnya untuk mengerjakan soal tetapi murid tersebut tidak bisa menemukan jawabannya. Lantas guru itu langsung memarahi murid karena dianggap soal itu tidaklah sulit. Tanpa sadar guru tersebut telah membuat muridnya  tertekan. 

Peristiwa di atas merupakan contoh kecil penyebab kesehatan mental yang buruk. Praktiknya, orang-orang kerap memandang kesehatan mental sebagai hal yang biasa, padahal kesehatan mental sama pentingnya seperti kesehatan fisik. Kesehatan mental yang buruk membuat seseorang merasa tertekan, rendah diri, depresi, dan yang paling parah sampai mengalami gangguan kejiwaan atau bahkan kematian. Maka dari itu kita wajib menjaga kesehatan mental kita agar selalu dalam kondisi baik. 

Lantas bagaimanakah cara untuk menjaga kesehatan mental? Pertama, seseorang harus membuka dirinya terlebih dahulu dan memahami apa yang dirinya butuh kan. Mungkin dalam prosesnya akan banyak terjadi kendala seperti masalah yang terus bermunculan. Tidak mengapa jika merasa lelah, sedih atau marah. Lampiaskanlah dengan cara menangis, bermalas-malasan, berdiam diri di rumah, dan yang lainnya jika dirasa dapat sedikit mengobati mental yang sedang buruk. Menurut survei, seseorang yang sering meluapkan emosinya cenderung memiliki kesehatan mental yang baik. Berbeda dengan orang yang menyimpan perasaan yang dialaminya tanpa meluapkannya. Hal ini bisa jadi berbahaya karena perasaan yang ditimbun ini sewaktu-waktu dapat meledak yang akibatnya sangat buruk, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Jika dirasa diri sendiri kurang bisa mengatasi, maka hal yang perlu dilakukan ialah mengunjungi psikolog. Sayangnya, masyarakat sering memberikan stigma bahwa orang yang mengunjungi psikolog ialah orang yang tidak waras atau gila disebabkan karena jauh dari Tuhan. Padahal hal tersebut sama sekali tidak ada korelasinya. Sudah sepantasnya kita menghilangkan stigma tersebut untuk kesehatan mental lebih baik lagi bagi semua orang.

 Lalu bagaimana jika yang mengalami ialah orang di sekitar kita? Maka kita harus menolongnya, pertolongan kecil sekalipun sangat membantu mereka. Hal yang dapat dilakukan antara lain, menjadi teman bercerita dan membantu memikirkan solusi untuk memecahkan masalah yang mereka alami. Mungkin terdengar sepele, namun secara umum orang yang sedang mengalami penurunan kesehatan mental hanya membutuhkan teman bicara. 

Jadi, sudah dapat dipastikan bahwa buruknya kesehatan mental disebabkan oleh banyak hal dan bukan karena jauh dari Tuhan. Selayaknya berbahagia, seseorang juga berhak untuk bersedih. Tentu saja hanya untuk sementara, selanjutnya harus kembali menghadapi kehidupan yang dijalani saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline