Desa Banyurip merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Jenar, bagian paling timur Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Memiliki luas wilayah 1.116,85 hektar, Desa Banyurip termasuk ke dalam daerah dataran rendah hingga sedang, dengan ketinggian wilayah berkisar 180 meter di atas permukaan laut. Karena sebagian wilayahnya adalah perbukitan tanah kapur menjadikan tanahnya kurang subur, sehingga kondisi alam Desa Banyurip didominasi oleh perkebunan yang utamanya tebu dan jagung, serta lahan hutan jati.
Sebagai wilayah yang rentan akan kekeringan karena merupakan wilayah perbukitan batu kapur, membuat masyarakat khawatir akan kemarau panjang. Namun konon katanya, terdapat sendang yang dianggap sebagai sumber mata air yang tak pernah kering meski saat kemarau sekalipun, ialah Sendang Bendo. Dalam bahasa Jawa jadi terdengar sebagai banyu-urip atau "banyu sing urip" artinya sumber mata air yang airnya tidak pernah surut sehingga mampu menghidupi lingkungan sekitarnya. Sehingga jadilah nama desa Banyurip.
Diluar kisah tentang sejarah Banyurip ini, kenyataannya sebelum tahun 2019 sempat terjadi kekeringan hebat yang menyebabkan Desa Banyurip menjadi langganan bantuan air bersih sepanjang musim kemarau. Keresahan ini membawa warga Desa Banyurip dalam komunitas Banyu Langit Banyurip menciptakan teknologi resapan air hujan yang dipadukan dengan instalasi pemanen air hujan (IPAH).
Air hujan yang turun tak dibiarkan hilang begitu saja. Tetapi ditampung di tandon-tandon air dan sisanya dialirkan ke sumur-sumur resapan. Mereka juga melakukan gerakan penanaman pohon atau reboisasi untuk konservasi air jangka panjang. Selain itu belum lama ini juga diresmikan Embung Banyurip yang dapat digunakan untuk menampung suplai aliran air hujan. Selain itu embung ini juga memiliki potensi wisata untuk mendukung Desa Wisata Banyurip.
Mata Pencaharian Masyarakat
Berdasarkan data BPS tahun 2022, penduduknya berjumlah 5.485 jiwa yang tersebar dalam 3 Kebayanan, 13 Dukuh dan 24 RT.
“Tanah di Desa Banyurip ini luas, tapi sebagian besar lahannya dikelola oleh Perhutani. Mata pencaharian masyarakat Desa Banyurip masih didominasi oleh petani atau buruh tani dengan upah harian sebesar Rp 30.000” Mbah Sis, sesepuh Desa Banyurip.
Uniknya saat ini para kelompok tani yang ternaung dalam LMDH Banyurip Lestari tidak hanya berpasrah menerima nasib yang diberi, melainkan mereka berinovasi agar bisa menghasilkan pertanian jenis lain. Seperti yang baru saja ramai belakangan terakhir ini (dilansir dari Solopos.com), Watanasachi atau Wana Tani Ternak Sacha Inchi, sebuah inovasi sistem budidaya yang terpadu antara hutan, pertanian sacha inchi, dan ternak. Ternyata pertanian sacha inchi dinilai cukup potensial karena mampu tumbuh dengan baik, dan memiliki manfaat serta nilai jual yang menjanjikan.
“Bijinya gurih dan kulitnya bisa diolah untuk menghasilkan minyak goreng alternatif dengan memiliki kandungan omega 3 lebih tinggi dari ikan salmon. Harga per liter dari minyak sacha inchi ini masih diangka satu juta-an” Pak Endung, tim LMDH Banyurip Lestari.
LMDH Banyurip Lestari tidak segan mengeluarkan produk sendiri dari hasil pertaniannya dan menjadi produk unggulan Desa Banyurip berupa olahan kacang sacha inchi dan serbuk minuman empon-empon yang terdiri atas jahe, kunyit, dan temulawak bernama Wana Herba. Sari empon-empon itu diambil untuk dibuat minuman sementara ampasnya digunakan untuk pembuatan pupuk organik cair.