Lihat ke Halaman Asli

Cuaca Ekstrem: Perubahan Iklim dan Tantangan Masa Depan

Diperbarui: 24 April 2024   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Dalam beberapa waktu terakhir, tanpa sadar kita telah menjadi saksi nyata bahwa meningkatnya intensistas cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai penjuru dunia bukan hanya sekedar opini belaka. Banjir yang merusak, panas dan kekeringan yang mematikan, serta badai yang memporak-porandakan pada kurun waktu beberapa tahun ini berhasil menjadi bukti bahwa cuaca ekstrem memang sedang berlangsung di tengah kehidupan kita.

Cuaca ekstrem merupakan kondisi di mana alam sedang dalam keadaan yang tidak stabil atau tidak seperti biasanya. Bahkan dapat dikatakan bahwa cuaca ekstrem merupakan kondisi cuaca di luar keadaan normal yang dapat memengaruhi berbagai sektor kehidupan manusia, baik dari segi lingkungan, alam, ekonomi, sosial, dan aspek-aspek lainnya. Umumnya pengaruh yang diakibatkan oleh adanya cuaca ekstrem tersebut adalah pengaruh negatif yang berdampak secara signifikan kepada manusia.

Salah satu penyebab utama terjadinya cuaca ekstrem adalah adanya perubahan iklim yang drastis. Perubahan iklim diartikan sebagai perubahan kondisi fisik atmosfer bumi, seperti distribusi suhu dan curah hujan, yang mempunyai dampak luas terhadap berbagai bidang kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001). Salah satu wujud nyata dari adanya perubahan iklim adalah sulitnya melakukan prediksi terhadap cuaca yang  mungkin akan terjadi di beberapa waktu yang akan datang. 

Pada zaman dahulu, daerah yang berada pada wilayah dengan iklim tropis biasanya diperkirakan akan mengalami musim hujan pada bulan Oktober hingga Maret, sedangkan untuk musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada bulan April hingga September. Namun, jika mengamati kedatangan dua musim tersebut pada beberapa waktu ke belakang, di Indonesia sendiri terjadinya dua musim tersebut sudah tidak sama lagi seperti apa yang diperkirakan, dan hal ini bahkan mengalami perubahan yang cukup signifikan.

Di Indonesia sendiri beberapa kali mengalami musim kemarau yang bahkan lebih panjang daripada musim hujan hingga menyebabkan banyaknya kekeringan hingga kebakaran hutan yang cukup parah. Misalnya saja kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan pada tahun 2023 lalu yang disebabkan karena adanya kemarau yang berkepanjangan. Selain itu, beberapa waktu terakhir ini juga terjadi hujan yang mengguyur dengan intensitas yang tinggi, padahal jika dikatikan dengan perkiraan cuaca di atas, bulan ini sejatinya sudah memasuki musim kemarau. Namun, dalam faktanya, ternyata cuaca tidak dapat terprediksi sama halnya dengan bulan-bulan tersebut sehingga sempat menyebabkan terjadinya beberapa fenomena seperti kekeringan, kebakaran, ataupun banjir.

Contoh-contoh tersebut tentunya menunjukkan adanya perubahan iklim yang cukup drastis di bumi tempat kita tinggal ini. Menurut beberapa penelitian, penyebab utama atau penyumbang utama terjadinya perubahan iklim adalah adanya efek rumah kaca yang dalam beberapa waktu terakhir ini tercatat semakin meningkat jika dibandingkan dengan beberapa waktu yang lalu.

Ditinjau dari segi sejarah disebutkan bahwa zaman revolusi industri adalah titik awal di mana banyak orang melakukan pembakaran terhadap bahan bakar fosil yang pada outputnya menghasilkan banyak sekali emisi gas rumah kaca di atmosfer. Secara lebih spesisfik, zaman revolusi yang dimaksud dalam hal ini adalah pada zaman revolusi industri, tepatnya sekitar abad ke-18, terutama yang terjadi di Inggris.

Revolusi industri sendiri dimulai sekitar tahun 1760 dan kemudian berlanjut hingga pada pertengahan abad ke-19. Disebutkan bahwa masa-masa tersebut adalah masa penting dalam periode sejarah manusia dikarenakan manusia pada saat itu sudah mulai mengalihkan cara produksi mereka yang pada awalnya berbasis dengan tangan berubah menjadi produksi dengan berbasis mesin yang kemudian berpengaruh terhadap cara kerja, cara hidup, dan cara berinteraksi manusia.

Perubahan tersebut ternyata juga membawa banyak dampak dalam intensitas konsumsi energi di dunia. Pembakaran bahan bakar fosil seperti yang disebutkan di atas ternyata menyebabkan peningkatan yang cukup signifikan dalam emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (C02), metana (CH4), ataupun partikel lainnya ke atmosfer. Ketika partikel-partikel tersebut mengalami peningkatan, maka mereka akan berbentuk menjadi selimut yang memerangkap panas dan meningkatkan suhu bumi yang kemudian dapat memengaruhi siklus air, mencairkan es di daratan, mengubah pola cuaca yang kemudian dapat memperburuk cuaca ekstrem. Bahkan menurut Laporan Penilaiaan Keenam Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada tahun 2021 disebutkan bahwa peningkatan hasil emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia tersebut berpengaruh terhadap peningkatan intensitas dan frekuensi terjadinya cuaca ekstrem.

Meskipun revolusi industri baru dimulai pada akhir abad ke-18, namun efek signifikan dari segi emisi gas rumah kaca dan pengaruhnya terhadap perubahan iklim baru terasa secara nyata di beberapa dekade berikutnya, tepatnya ketika industri sudah mengalami pertumbuhan yang lebih besar dan pembakaran bahan bakar fosil sudah menjadi lebih umum dan banyak dilakukan di abad ke-19 bahkan hingga sekarang.

Terjadinya cuaca ekstrem akibat perubahan iklim tentunya tidak hanya dialami di Indonesia, namun juga di berbagai penjuru negeri. Misalnya saja seperti terjadinya gelombang panas yang begitu tinggi di India pada Juni tahun 2023 yang lalu. Peningkatan suhu panas yang mencapai 45 derajat celcius di India tersebut merupakan salah satu wujud nyata adanya perubahan iklim yang begitu drastis di bumi. Bahkan saking tingginya gelombang panas yang terjadi di India, banyak sekali korban yang tewas akibat adanya fenomena tersebut. Kesehatan masyarakat yang terancam, krisis air, kematian, kerusakan tanaman, hingga gangguan pelayanan publik adalah beberapa dampak yang disebabkan karena adanya fenomena peningkatan gelombang panas di India pada saat itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline