Abstrak
Perkawinan suku Dayak Ngaju dilaksanakan sesuai dengan adat yang berlaku, bertujuan untuk mengatur hubungan antara pria dan wanita agar memiliki perilaku yang baik dan tidak tercela (Belom Bahadat). Perkawinan menurut adat Dayak Ngaju merupakan sesuatu yang luhur/sakral dan suci yang berasal dari Ranying Hatalla yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat Dayak Ngaju. Jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan maka akan mendapatkan sanksi adat (singer ) yang berlaku di daerah tersebut Filosofi ini melandasi seluruh aspek kehidupan orang Dayak Ngaju. Salah satu tatanan kehidupan yang masih dipertahankan dan tetap dilestarikan adalah penyelenggaraan perkawinan. Bagi masyarakat Dayak Ngaju perkawinan yang luhur dan suci merupakan perkawinan yang sesuai dengan tatanan adat.
Dalam prosesi perkawinan adat Dayak Ngaju ada beberapa tahapan yaitu antaranya; (1)Hakumbang Auh, (2)Mamanggul ,(3)Maja Misek, (4)Mananggar Janji atau Mukut Rapin Tuak. Saat akan berlangsungnya prosesi perkawinan adat Dayak melalui tahapan yang disebut Panganten Haguet dan Panganten Mandai. Ketika pengantin pria dan rombongan keluarganya tiba ada beberapa kegiatan yang dilakukan antaranya; (1) mambuka lawang sakepeng,(2) mamapas,(3) haluang hapelek,(4) manyaki panganten.Setelah prosesi perkawinan pun selesai masih ada beberapa prosesi perkawinan yang harus dilewati kedua mempelai,masyarakat Dayak Ngaju menyebut nya dengan Maruah Pali dan Pakaja Manantu.
Adapun Perjanjian Kawin merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan perkawinan menurut adat Dayak Ngaju, yang dalam pelaksanaanya tidak lepas dari organisasi kemasyarakatan yaitu Lembaga Kedamangan. Kelembagaan Adat Dayak Ngaju sebagai lembaga yang terkait, Perkawinan dan Perjanjian Perkawinan menurut adat Dayak Ngaju.
Kata Kunci : Hukum Adat, Upacara Perkawinan, Perjanjian Perkawinan, Dayak Ngaju
berbagai rangkaian upacara seperti upacara perkawinan yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu
Hakumbang Auh (penyampaian maksud pihak laki-laki untuk meminang si gadis), Maja Misek (pertunangan/persyaratan perkawinan/jalan adat), Mukut Rapin Tuak (menagih biaya untuk membuat minuman keras biasanya minuman tuak), dan Manyaki Rambat (rambat sejenis tempat barang-barang terbuat dari rotan). Pelaksanaan Upacara Perkawinan meliputi beberapa upacara adat seperti Penganten Manyakei, haluang-Hapelek (pelaksanaan perjanjian adat), hasaki (pemalas) dan pasca perkawinan akan nada acara Mampakaja Manantu (mempelai perempuan disambut di rumah orang tua laki-laki). Panganten Mandai Yang dimaksud dengan Acara "Panganten Mandai" adalah acara dimana mempelai laki-laki beserta rombongan pengantin datang kerumah mempelai perempuan. Acara Panganten Mandai adalah acara pertama dalam prosesi Nikah Adat. Di Kampung/Desa Acara Panganten Mandai biasanya dilaksanakan pada pagi hari dan di Kota biasanya pada sore hari.
Setiba di halaman depan rumah mempelai perempuan berhenti sebentar oleh karena dihalangi oleh "lawang sakepeng" yaitu pintu gerbang berhias benang susun tiga yang dibentangkan menghalangi jalan masuk. Mempelai laki-laki dan rombongan baru di izinkan masuk setelah benang penghalang tersebut putus dalam permainan silat oleh pesilat yang mewakili keluarga mempelai laki-laki maupun pihak mempelai perempuan. Permainan silat tersebut dilakukan hanya untuk maksud memutuskan benang penghalang itu saja sebagai syarat dipersilahkannya mempelai laki-laki dan rombongan masuk ke rumah mempelai perempuan.
Lalu Apabila di kemudian hari dalam berumah tangga terjadi perceraian, maka disepakati dari pihak suami yang membayar singer ( Denda Adat ) sebesar 50 Gram Emas 24 Karat Murni 99 kepada istrinya. Dan apabila dikemudian hari terjadi permasalahan dalam rumah tangga, dan juga tidak mampu menyelesaikannya sendiri, maka kedua belah pihak bersepakat melalui jalur kekeluargaan serta apabila masih belum dapat diselesaikan juga maka kedua belah pihak sepakat menyerahkan penyelesaiannya melalui jalur Lembaga Adat Dayak yaitu Lembaga Kedamangan.
Namun dengan adanya unifikasi terhadap ketentuan mengenai Perkawinan Nasional dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan maka ketentuan-ketentuan yang ada sebelumnya sejauh itu telah diatur dalam Undang-Undang ini, dinyatakan tidak berlaku. Terkhusus mengenai ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum adat, terlihat ada beberapa persamaan dengan Undang-Undang Perkawinan. Namun ada juga ketentuan yang bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan sehingga ketentuan tersebut tidak diakui oleh hukum nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H