Di dalam vidio perubahan sosial dalam pertanian di desa bagelenan menjelaskan suatu tranformasi pertanian yaitu suatu proses perubahan pada berbagai aspek dibidang pertanian, tranformasi tersebut tidak hanya berupa mekanisasi dan teknolog tetapi terjadi pada kelembagaan ekonomi dan social. Di dalam vidio perubahan sosial termasuk kedalam perubahan revolusi mengapa karena perubahan sosial merupakan suatu hal yang wajar dan akan terus berlangsung sepanjang manusia saling berinteraksi. Perubahan perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian yang salah satunya akibat dari perkembangan zaman di era globalisasi ini. Dimana perkembangan zaman di era globalisasi yang di dalamnya terdapat modernisasi. Modernisasi telah berpengaruh pada segala bidang seperti bidang pertanian, ditandainya dengan kemunculan teknologi teknologi baru seperti mesin traktor yang bersifat efisien. Akibat dari kemunculan teknologi tersebut telah memberikan perubahan pada pola hubungan kerja diantara petani. Pola hubungan kerja yang berubah dimana bekerja didalam sektor pertanian semakin tidak diminati. Konsekuensi yang muncul adalah minimnya tenaga kerja yang mau bekerja di sektor pertanian. Pemilik lahan semakin sulit untuk memperoleh pekerja atau penggarap untuk mengolah lahannya. Kemudian munculnya sikap pragmatis untuk mengalihkan kegiatan nya dari on farm menjadi off farm ditambah faktor eksternal misalnya fluktuasi harga produksi pertanian yang relatif tidak stabil dan cenderung mengalami penurunan saat panen. Sekarang ini terjadi hubungan kerja yang berubah, perubahan pada sistem hubungan kerja seperti mertelu yaitu dengan pembagian hasil 1/2 banding 2/3 penggarap 1/3 dan pemilik 2/3 dengan semua kebutuhan lahan seperti biaya produksi, pengairan, penggarapanpenggarapan tanah ditanggung oleh pemilik lahan dan penggarap hanya melakukan matun, tandur, serta pemberian pupuk. Sekarang sistemnya telah berubah, dimana pemilik lahan yang bertanggung jawab dalam pemberian pupuk. Alasan yaitu kepemilikan modal yang dimiliki penggarap kurang. Peningkatan harga pupuk yang semakin tinggi membuat para penggarap menjadi tidak bisa membeli, sehingga ditanggung oleh pemiliknya lahan. Hal ini sesuai oleh kesepakatan atau aturan yang telah dibuat diantara kedua belah pihak dan yang kedua yaitu kemunculan sistem bagi hasil maro pada tahun 1980 an yaitu membagi kerja dan hasil yang seimbang yaitu 50:50. Dengan semua kebutuhan lahan yang ditanggung penggarap kemunculan sistem ini seiring dengan berkembangnya zaman. Pola hubungan kerja juga mengalami perubahan akibat dari bagi hasil sistem yang berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H