Lihat ke Halaman Asli

Adelia Saptyarina

MAHASISWA UNIVERSITAS NASIONAL

Pengertian Jurnalis, Hak dan Sikap Skeptis

Diperbarui: 30 Mei 2023   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian jurnalistik adalah sebuah proses kegiatan dalam mencari, mengumpulkan , mengolah, menyajikan, menulis, mengedit dan menyebarluaskan berita ke khalayak melaui media massa baik media cetak maupun digital. Sedangkan pengertian jurnalisme adalah kegiatan yang menyajikan dan mengolah informasi secara objektif atau secara sebenar-benarnya yang kemudian melewati proses penyuntingan (editing) untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Contoh kegiatan jurnalistik seperti pelaporan berita, laporan investigasi, wawancara sedangkan contoh jurnalisme adalah koran, majalah, e-majalah.  

Hak tolak adalah hak yang dimiliki oleh seorang jurnalis atau awak media dalam mengungkapkan identitas dari sumber berita mereka. Hak tolak  ditulis dalam UU No. 40 tTahun 1999 pasal 1, pasal 4, dan pasal 7 serta Pedoman Dewam Pers Nomor: 01/P-DP/V/2007 tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik. Jelas tertuang pada pasal 4 ayat (4) dengan tegas bahwa mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hokum, wartawan mempunyai hak tolak. Hak tolak ini dapat digunakan jika seorang jurnalis berada di situasi proses pemanggilan hukum.

Tapi hak tolak juga dapat dicabut ketika sumber berita tersebut sudah mengancam keamanan bangsa dan negara. Contoh kasus hak tolak yaitu pembahasan mengenai kasus Covid-19 yang seharusnya pada kasus ini hak tolak dapat digunakan oleh jurnalis sebagai hak tolak yang dapat digunakan untuk menutupi identitas pasien yang terkena Virus Covid-19. Biasanya di dalam berita dicantumkan jelas nama pasien yang dinyatakan telah pulih namun meskipun pulih namun dengan tersebarnya identitas dapat menggangu dan akan merugikan pasien tersebut.

Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok maupun sebuah organisasi untuk memberikan tanggapan dan sanggahan terhadap persoalaan, pemberitaan ataupun karya jurnalistik berupa fakta yang merugikan nama baiknya dan melanggar kode etik jurnalistik. Pada pasal 2 ayat (2) dan (3) tertuang pada UU No. 40 Tahun 1999 bahwa Pers wajib melayani hak jawab dan Pers juga wajib melayani hak tolak. 

Fungsi hak jawab yaitu sebagai kontrol sosial masyarakat dalam menjamin haknya oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai pantauan media dan dewan pers dengan berbagai bentuk dan cara untuk memenuhi hak masyarakat mendapatkan informasi yang akurat serta bentuk pengawasan masyarakat terhadap pers. Hak jawab mencakup mengenai hak masyarakat untuk mengetahui, melakukan pengawasan, saran terhadap informasi kepentingan umum. 

Contoh hak jawab adalah terjadi nya misleading dalam penulisan berita "Dugaan korupsi di Garuda, seorang public figure Peter Gontha diperiksa oleh Kejagung terkait Pengadaan AT 72-600" bahwa berita yang diterbitkan oleh media Pikiran Rakyat telah mencemarkan nama baik sertta menyudutkan Peter Gontha, sehingga media yang menerbitkan berita tersebut melakukan respon dengan mengajukan hak jawab dan menyampaikan opini berupa sanggahan atas pemberitaan tersebut. Hal tersebut dituliskan pada Peraturan Dewan Pers No.9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab mengantur bagaimana menjawab berasaskan keadilan, kepentingan umum, proposionalitas dan profesionalitas.

Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk menyampaikan ralat atau kekeliruan informasi yang telah diberitakan oleh media pers, baik tentang perseorangan maupun tentang khalayak umum. Fungsi koreksi pers sebagai bentuk pertanggungjawaban media atau pers dalam penyampaian sebagai media informasi, memberi dan menyediakan informasi tentang kejadian maupun peristiwa yang terjadi melalui media cetak, media eletronik dan media siber. Hak koreksi tertulis pada UU Pers pada pasal 1, pasal 5, pasal 6, pasal 11 dan pasal 15.

Pasal 5 menjelaskan tentang pers wajib memberitakan peristiwa atau opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah dan tertuangpada pasal 3 pers dan wartawan wajib melayani hak koreksi secara proposional.

Sikap skeptis adalah professional sikap (attitude) dalam melakukan audit sikap ini mencakup dalam mempertanyakan atau meragukan segala sesuatu dan mempertanyakan bukti atau fakta dalam pengauditan yang mendukung pertanyaan. Seorang jurnalis harus memiliki skeptis karena sifat skeptis jurnalis tersebut digunakan dalam menggali berita atau mencari infromasi. Sikap skeptis professional seorang jurnalis merupakan sikap meragukan, tidak mempercayai kebenaran suatu hal, teori, ataupun pernyataan serta sikap mencurigai sebagai jurnalis dalam mencari kebenaraan sampai tuntas. 

Meski sudah memperoleh fakta empiris dan opini,tapi tidak cukup untuk diterbitkan menjjadi bahan berita. Memiliki sifat skepstis menjauhkan kita dari pelanggaran kode etik jurnalistik dan dampak seorang jurnalis tidak memiliki sikap skeptis yaitu berita yang jurnalis sampaikan tidak mudah dipercayai oleh masyarakat karena keakuratan isi berita masih diragukan selain itu danpak lainnya merusak kredibilitas dan reputasi seseorang sebagai jurnalis.            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline