Teknologi hadir sebagai jawaban dari era globalisasi yang semakin maju seiring perkembangan zaman. Tidak dapat dipungkiri jika pada akhirnya segala aktivitas manusia beralih menjadi sesuatu yang lebih canggih. Perubahan yang selalu berganti dari waktu ke waktu tersebut ternyata terkadang mengalami penolakan dari masyarakat tertentu karena berdampak negatif bagi mereka. Tak banyak dari mereka bahkan sampai berseteru hanya karena memperebutkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka. Salah satunya, perseteruan antara ojek online dan ojek pangkalan.
Ojek online (ojol) mulai menjamur di Indonesia sejak tahun 2010, berawal dari Gojek hingga kemudian diikuti oleh ojek online lainnya seperti Grab, Maxim, InDriver, serta masih banyak lagi aplikasi jasa ojek online yang mulai hadir sebagai perwujudan kemajuan teknologi saat ini. Kemunculan ojek online yang secara tiba-tiba pada mulanya diterima baik oleh masyarakat karena dianggap cukup memudahkan masyarakat seiring perkembangan zaman yang mulai beralih pada penggunaan gadget. Dengan menyediakan jasa melalui aplikasi di gadget tentu akan memudahkan masyarakat dalam kebutuhan untuk mendorong segala aktivitas yang akan dilakukan. Terlebih, rasanya tidak mungkin jika saat ini masyarakat tidak memegang telepon genggam dalam kehidupan sehari-harinya.
Namun, di lain pihak ternyata kemunculan teknologi yang semakin canggih tersebut justru membawa musibah baru bagi masyarakat tertentu, khususnya para ojek pangkalan (opang). Apa yang seharusnya menjadi hak mereka justru beralih kepada pihak lain. Meskipun tak banyak dari opang beralih menjadi ojol, akan tetapi masih ada beberapa orang yang tetap berpendirian untuk menjadi opang di wilayahnya.
Sikap teguh pendirian yang dimiliki oleh para opang menimbulkan dampak perebutan wilayah diantaranya keduanya, sehingga tak sering dari mereka di beberapa tempat tertentu bertikai hanya karena para opang yang merasa berkuasa atas wilayah yang biasa mereka gunakan untuk mangkal. Ini menjadi keresahan bagi para customer yang membutuhkan jasa mereka. Di sisi lain customer lebih condong menggunakan ojek online karena kemudahannya dalam memesan dan harga yang jauh kebih murah dibandingkan menggunakan ojek pangkalan. Ketetapan harga jasa ojek pangkalan memang tidak pasti karena mereka tidak menggunakan patokan harga berdasarkan jarak tempuh. Lain halnya dengan ojek online yang menggunakan dasar jaral tempuh untuk menghitung estimasi biaya yang akan dikenainya.
Kemunculan ojek online yang kemudian meresahkan ojek pangkalan tersebut menyebabkan para opang berseteru untuk berlomba-lomba mendapatkan customer. Mereka yang merasa sudah jauh lama menjadi opang dan menolak beralih ke online sehingga mengakibatkan perebutan customer atas dasar wilayah. Permasalahan tersebut memunculkan sebuah perjanjian agar pihak ojol tidak memasuki area yang sudah memiliki opang. Meskipun sudah ada kesepakatan diantara keduanya, tetapi hal tersebut sangat merugikan customer khususnya yang menggunakan jasa online. Sebab tak hanya jasa transportasi saja yang dilarang masuk, tetapu jasa lainnya seperti jasa makanan, pengiriman barang, dan jasa lainnya yang tersedia di aplikasi tidak diperbolehkan memenuhi kewajiban mereka untuk melayani customer sebagaimana seharusnya.
Melihat situasi yang terjadi diantara keduanya, tentu bukanlah kondisi yang baik jika terus menerus terjadi tanpa adanya upaya untuk menyelesaikan perseteruan antara ojol dan opang. Jika hal tersebut terus terjadi, maka customer sendiri juga akan kebingungan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Masyarakat pun tak bisa turun tangan atas pertikaian yang terjadi sebab mayoritas opang berasal dari wilayah tempat mereka tinggal. Sehingga kedekatan antara masyarakat dan opang pada suatu wilayah jauh lebih tinggi dibanding para ojol yang mayoritas berasal dari wilayah yang beragam. Oleh karenanya, para ojol biasanya lebih memutuskan untuk mengalah saja dibanding harus adu mulut dengan opang.
Dampak buruk dari pengakuan atas suatu wilayah tertentu mengakibatkan para ojol tidak bisa memenuhi pelayanan mereka terhadap para customer. Jika customer merasa tidak terpenuhi akan jasanya, maka mereka akan memberikan complain melalui aplikasinya. Lantas siapa yang salah? Tentu apabila melihat penilaian dari aplikasi maka pihak yang disalahkan adalah driver-nya. Padahal dibalik itu semua ada ketakutan mereka terhadap opang yang sudah menguasai wilayah tersebut.
Sebenarnya masyarakat sudah menyadari akan pertikaian yang sedang terjadi diantara keduanya, namun mereka memilih untuk tidak membantu memberikan penyelesaian. Padahal jika kita kembalikan lagi, masyarakat sewaktu-waktu juga akan membutuhkan jasa mereka.
Keduanya tentu sama-sama ingin mempertahankan hak mereka demi menghasilkan rupiah untuk memenuhi kebutuhannya baik untuk memberikan nafkah kepada keluarga maupun menghidupi dirinya sendiri. Ini yang kemudian menjadi permasalahan besar bagaimana cara memberikan keadilan diantara mereka agar sama-sama mendapatkan keuntungan.
Sebenarnya ini bisa kita kembalikan lagi ke customer untuk bisa lebih adil dalam memilih sebuah jasa. Karena keputusan akan berada di tangan customer, apakah ia lebih memilih menggunakan ojek online atau ojek pangkalan. Jika kita sebagai customer lebih bijak dan adil dalam menentukan jasa mereka, maka mungkin akan mengurangi pertikaian diantara mereka. Perlu kita sadari bahwa tidak semua dari pihak opang yang bisa mengikuti perkembangan zaman dengan menggunakan teknologi sebagai alat dalam mencari dan melayani customer. Masih ada beberapa orang yang gagap akan teknologi, oleh sebab itu beberapa dari mereka lebih memilih untuk tetap mangkal saja di ojek pangkalan.
Sulit rasanya jika kita terus memaksa masyarakat untuk menyesuaikan teknologi yang ada. Mungkin menjadi keharusan, tetapi tidak bisa dipaksakan. Melihat kondisi beberapa masyarakat yang masih kurang bisa memahami penggunaan teknologi sehingga kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya bahwa pertikaian akibat dari opang yang tidak mengikuti perkembangan teknologi. Namun, ini merupakan konsekuensi yang terjadi apabila zaman terus berkembang maka akan ada perubahan yang semakin signifikan dalam mempermudah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Satu hal yang dapat kita lakukan adalah memaknai arti kata 'menghargai', pertikaian tidak akan terjadi apabila kita saling menghargai satu sama lain yang dan bisa memberikan keputusan yang lebih bijak agar tidak saling dirugikan.