01-08-18
Machiavelli, memang, tidak sepenuhnya keliru. Di luar Kota Florence, di daerah San Cassianodia, dia menulis Il Principe, sebuah kumpulan surat untuk Lorenzo De' Medici: Adipati pertama Florence. Buku ini konon menjadi bacaan wajib para pemimpin dunia. Bahkan dalam Mein Kampf-nya Hitler, kita bisa jumpai pengakuan jujur dari Hitler bahwa dia selalu menyimpan Il Principe di bawah bantalnya.
Dalam Il Principe ditakrifkan cara mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Tentu dengan segala cara. Dari sinilah pada mulanya. Machiavelli betukar menjadi faham politik.
Kemudian beberapa diantara kita menyebutnya: Machiavellisme. Sebuah ajaran politik yang membolehkan apapun untuk sebuah kekuasaan. Moral disini tidak laku. Ukurannya hanya satu: memetik dan memperkukuh kekuasaan.
Memang hal ini tidak benar secara moral. Tetapi juga tidak sepenuhnya keliru kalau bicara dalam tataran politik praktis. Orang yang menceburkan diri ke dalam politik praktis, suka tidak suka, akan menjadi pengikut Machiavelli ---dengan atau tanpa sadar. Karena orientasinya adalah kekuasaan.
Bicara kekuasaan akan banyak teori yang mengalasi-nya. Parade nama pun berbaris desak mendesak di benak kita. Ossip K Flechtheim, R.M. MacIver, Barbara Goodwin, Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan. Ikut mengantri juga nama-nama dari dalam negeri: Miriam Budiardjo, Ramlan Surbakti, dan dalam antrian terakhir, guru Tata Negara kita: Pa Ahmad Bukhori. Dan yang menggeliat keluar permukaan ternyata: Max Weber, bapak pendiri ilmu Sosiologi asal Jerman itu.
Weber di salah satu bukunya, Wirtschaft und Gessellshaft, pernah mengatakan bahwa: kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun dasar kemampuan ini.
Ya, Kemampuan melaksanakan kemauan sendiri. Itulah kekuasaan. Demi kekuasaan orang rela berbuat apa saja. Dan hal seperti ini bisa kita saksikan di sekeliling kita. Jadi, Jangan bermimpi jika orang sedang berkecimpung di dunia politik praktis, mereka tidak mengamini ajaran Machiavelli. Mereka akan berusaha menghalalkan segala cara demi hasratnya: merebut dan mempertahankan kekuasaan. Dan ini dilakukan dengan atau tanpa sadar.
Dengan kondisi seperti ini apakah kita masih bisa percaya pada seseorang yang mendapat jabatan publik lewat jalan politik praktis? Entahlah. Mungkin kita harus bergegas mengambil gitar, nongkrong di depan gang, menyanyikan lagu dari Muse yang berjudul MK Ultra.
"How much deception can you take
How many lies will you create
How much longer until you break
Your mind's about to fall "