Lihat ke Halaman Asli

ADE IMAM JULIPAR

AutoCAD Trainer

Telur dan Hukum Besi Pasar

Diperbarui: 29 Juli 2018   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribun Jogja - Tribunnews.com

Oleh: Ade Imam Julipar

29-07-18

Pagi ini saya mengantar istri ke pasar. Pasar tradisional di belakang terminal. Bukan hanya kali ini. Setiap Minggu pagi dalam sebulan, istri saya memerlukan beberapa kali ke pasar tradisional untuk membeli telur dan beberapa kebutuhan lainnya. Karena di hari minggu saya tidak berangkat kerja, maka saya pun bisa mengantarnya.

Sambil menunggu istri saya belanja, saya nongkrong di warung kopi Mpo Minah --warung langganan  ngopi kalau saya ke pasar itu -- memesan segelas kopi hitam. Ditemani sebungkus Marlboro Ice Brust, saya pun mulai mengetik di Android saya. Dan begini hasilnya:

Di pasar kita bisa menjumpai orang yang berjualan dan belanja. Tidak melulu orang yang menjual dan membeli telur. Berbagai kebutuhan dapur lainnya bisa kita dapati di pasar. Juga kebutuhan-kebutuhan selain kebutuhan dapur. Karena pengertian pasar sendiri adalah tempat bertemunya antara pembeli dan penjual.

Tapi bila kita mengacu pada definisi Ilmu  Ekonomi, pasar bukan melulu sebuah tempat, tetapi ia dimaknai sebagai sebuah kegiatan dimana ada transaksi atau aktivitas jual beli. Bisa jadi pasar ada di sebuah web atau situs internet. Bukan berbentuk kios-kios atau Mall. Bisa jadi pasar itu bernama: Bukalapak atau Tokopedia.

Menurut Mankiw, Makro Ekonom asal Amerika itu, pasar adalah sekumpulan pembeli dan penjual dari sebuah barang atau jasa tertentu. Para pembeli sebagai sebuah kelompok yang menentukan permintaan terhadap produk dan para penjual sebagai kelompok yang menentukan penawaran terhadap produk.

Mungkin kita masih ingat ketika kelas 2 SMA, guru Ekonomi kita, pada suatu siang yang gerah dan berkeringat, mengenalkan sebuah istilah dari bahasa Latin: ceteris paribus. Sebuah istilah yang sama sekali baru di telinga kita. Dengan logat Sunda Bandung-nya, guru Ekonomi yang berambut 'betel' ini mengartikan istilah itu sebagai: "dengan hal-hal lainnya tetap sama".  

Dan tentu kita pun masih ingat persis, nalar kita tidak bisa---atau tepatnya: belum sanggup -- mengunyah konsep baru itu. Kita agak kesulitan memahami makna frasa itu. Yang kita tahu, bahwa 'bus' adalah sebuah mobil besar dengan tulisan besar di sampingnya: Warga Baru, jurusan Pagaden -- Kampung Rambutan.

Kemudian ceteris paribus muncul dalam bentuk lain di satu atau dua minggu ke belakang. Ceteris paribus muncul dalam bentuk telur. Telur adalah bahan makanan yang populer. Bukan hanya di negara kita. Bahkan di berbagai belahan dunia, telur adalah bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi manusia. Dan satu atau dua minggu ke belakang harganya meroket. Naik tajam. Disinilah konsep ceteris paribus berwujud.

Harga telur akan meningkat --- ceteris paribus --- bila jumlah telur yang diminta oleh pembeli juga meningkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline