Lihat ke Halaman Asli

ADE IMAM JULIPAR

AutoCAD Trainer

Karena Perut Tidak Bisa Menunggu

Diperbarui: 28 Desember 2017   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ihistoriarte.com

Pernah suatu ketika,  usia saya  masih dua puluh tahunan lebih sedikit, saya menghentikan tukang ketoprak yang lewat depan tongkrongan. Tepatnya di depan sebuah hotel di kampung asal saya. Tempat saya biasa nongkrong. Waktu itu selepas Isya. Saya pesan satu piring. Cacing di dalam perut menggeliat-geliat sudah tak sabar.

Tak lama berselang datang pembeli lain.  Usianya, saya kira,  tak terpaut jauh . Badannya lebih besar . Dengan kulit agak hitam.

Tukang ketoprak pun kemudian membuat ketopraknya. Saya melihat dari jarak sekitar delapan meter-an. Karena tempat duduk buat nongkrong dengan posisi gerobak tukang ketoprak itu agak jauh. Saya menunggu di tempat nongkrong .

Beberapa menit berlalu. Saya perhatikan tukang ketoprak sudah membuka kaleng krupuk. Dan itu bagi saya adalah sebuah pertanda.  Pertanda ketoprak yang dibikin sudah mau selesai. Saya pun segera menghampiri. Baru pada langkah kelima, piring ketoprak yang baru selesai dibikin itu, oleh tukang ketoprak diserahkan ke: orang yang baru datang tadi.

Darah muda adalah darahnya para remaja. Darah muda, konon, maunya menang sendiri. Begitu kata Bung Haji Rhoma Irama. Dan Darah yang bergolak. Darah yang berapi-api.

Entah karena pengaruh darah muda, entah itu bawaan perut lapar. Saya lebih curiga pada pengaruh yang belakangan disebut. Tanpa ba bi bu lagi, sambil meloncat, saya melayangkan pukulan tepat pada rahang kiri ke: pembeli ketoprak yang baru datang tadi!  Kontan saja orang itu terjengkang. Ketoprak yang baru saja dipegangnya ikut terpental juga. Orang itu dengan muka ketakutan melangkah pergi dengan tergesa. Meninggalkan saya dan tukang ketoprak.

"Mang, saya yang duluan mesan, kenapa orang itu yang dikasih duluan?" protes saya pada tukang ketoprak.

"Ooh. Maaf. Maaf. Ya, mamang hilap. Soalnya dia kan dekat lagian dia tadi bilang buru-buru katanya. Lagi ditungguin saudaranya," tukang ketoprak itu meminta maaf sambil ketakutan juga.

"Lagian itu si mamang kenapa engga langsung dua piring ketopraknya?' tanya saya masih dengan nada protes.

"Nguleg-nya susah, A., Ini mamang mau bikin lagi,"

Tukang ketoprak kemudian membuat lagi ketopraknya buat saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline