Kebudayaan sebagai sistem budaya merupakan seperangkat gagasan yang membentuk tingkah laku seseorang atau kelompok dalam suatu ekosistem. Dalam rangka proses penjadian kebudayaan tersebut diperlukan adaptasi yang mengacu pada proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh suatu organisme pada suatu lingkungan dan perubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan dari organisme tersebut. Dengan kebudayaannya, untuk jangka waktu panjang yang telah dijalaninya, makhluk manusia berkembang dan tetap survival karena mampu melakukan proses penyesuaian timbal balik (Poerwanto, 2005:61).
Hoed mengemukakan bahwa produk budaya mencerminkan nilai-nilai, pemikiran, suasana hati, perasaan, kepercayaan, dan adat kebiasaan masyarakat tempatan. Hal itu menunjukkan eratnya hubungan antara "tanda" dan "petanda". Tanda atau hasil perilaku sebagai produk budaya dapat mengarah pada perilaku verbal dalam bentuk teks sebagaimana halnya karya sastra dan pemberi tanda dapat mengarah pada penghasil perilaku verbal berbentuk teks, yang dalam hal ini, pengarang. Mengacu pada pendapat tersebut, karya sastra, yang juga merupakan produk budaya, juga merupakan bentuk atau cara penyampaian dan pola perilaku masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu yang memiliki keterkaitan dengan lingkungannya. Lingkungan menjadi faktor penting bahkan penentu dalam proses penjadian sebuah karya sastra.
Teeuw (2013:253), mengemukakan bahwa sistem sastra tertentu tidak tumbuh dan berkembang dalam isolasi mutlak. Senada dengan pendapat Teeuw tersebut, Pujiharto (2010:65), mengemukakan bahwa kemunculan karakteristik tertentu pada karya fiksi bukanlah sesuatu yang khas secara inheren pada dirinya sendiri. Hal tersebut memiliki hubungan dengan aspek-aspek lain di luar dirinya: aspek ekonomi, aspek sosial, aspek budaya, dan lain sebagainya
Ekologi adalah ilmu pengetahuan antara organisme dan lingkungannya (McNaughton dan Wolf, 1998:1). Odum (1996:3) mendefinisikan ekologi sebagai disiplin ilmu yang mengaji hubungan organisme-organisme atau kelompok organisme, seperti manusia, hewan, tumbuhan, dengan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Reiter pada tahun 1865, kemudian dikemukakan oleh Haeckle, pakar biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Haeckle mendefinisikan ekologi sebagai suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan-hubungan total antara organisme dengan lingkungannya yang bersifat organik dan anorganik (McNaughton dan Wolf, 1998:1).
Kajian ekologi terhadap karya sastra mempertemukan ekologi dengan karya sastra. Paradigma ekologi terhadap kajian sastra berarti menerapkan pendekatan ekologi untuk mendekati karya sastra. Dalam pandangan ekologi, eksistensi organisme dipengaruhi oleh lingkungannya atau ada hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya. Lingkungan berarti semua faktor eksternal yang langsung memengaruh kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme. Dalam paradigma ekologis, karya sastra diposisikan sebagai suatu species atau komponen dalam sebuah ekosistem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H