Lihat ke Halaman Asli

Menebus Resep di Apotik, Kenapa Lama?

Diperbarui: 19 Juli 2015   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah lebih dari satu jam, pak Yanto gelisah menunggu resep obatnya dilayani di sebuah apotikdi salah satu mall besar di Jakarta.  Bahkan pak Yanto ini sempat pergi sebentar meninggalkan apotik untuk belanja keperluan lainnya. Akhirnya setelah 10 menit menunggu pak Yanto tidak sabar menanyakan ‘nasib’ resepnya kepada petugas apotik. Lima menit kemudian resep sudah selesai dilayani dan diserahkan ke pak Yanto tanpa penjelasan kenapa lama dan permohonan maaf.

Itu ilustrasi bagaimana jengkelnya pasien menunggu resep obat dilayani oleh apotik. Meski tidak semua apotik memiliki kualitas pelayanan yang buruk, akan tetapi kecepatan pengerjaan resep tetap menjadi tolok ukur. Pekerjaan melayani resep memang bukan kegiatan seperti menggoreng makanan yang cepat saji. Pekerjaan ini selain membutuhkan ketelitian, juga membutuhkan kehati-hatian petugas agar tidak terjadi kesalahan baik dalam pemberian dosis obat, jenis obat, dan petunjuk pemakaiannya. Kasus kesalahan pemberian obat yang terjadi di RS swasta ternama menunjukkan dampak dari ketidak hati-hatian dalam penyerahan obat.

Apotik dengan pelayanan yang baik selalu berkomunikasi dengan pasien bila ada masalah dengan resep dilayani, baik itu menyangkut persediaan obatnya, harga obat, tulisan dokter, termasuk bila terdapat obat yang ragu-ragu diberikan. Petugas apotik yang komunikatif akan menyampaikan kepada pasien perkiraan waktu pelayanan bila ditemukan masalah-masalah tersebut.

Pekerjaan melayani resep merupakan interaksi antara berbagai unsur yang saling berkait, yang terdiri dari: Resep Obat, Tenaga Kesehatan, Persediaan Obat, Sistem dan Prosedur, dan Pemasok atau Pabrikan Obat. Cepat lambatnya pelayanan resep dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut yang akan penulis uraikan dalam artikel ini

1. Resep Obat

Beberapa resep obat ditulis oleh dokter yang memiliki tulisan yang sulit dibaca. Tingkat kesulitan makin tinggi pada resep obat yang harus diracik terlebih dahulu seperti obat berbentuk puyer untuk anak, campuran sirup dengan obat lain, dan racikan salep. Resep dokter juga kadang mengandung obat yang relatif baru, jarang diresepkan, atau mengandung alat kesehatan yang masih asing dibaca oleh petugas apotik.

Beberapa resep juga ditulis oleh dokter dengan kode-kode tertentu. Biasanya resep ini ditulis oleh dokter yang memiliki jaringan apotik dengan tujuan agar pasien menebus obat di apotik yang sudah bekerjasama. Sebuah resep obat dari dokter kulit ternama di Jakarta pernah penulis kerjakan, dan pada akhirnya merekomendasikan pasien untuk menebus di apotik rekanan dokter tersebut.

Dilihat dari keseriusanan penatalaksanaan dan kegawatdaruratan medis, terdapat resep-resep yang harus segera dilayani. Pada resep-resep tersebut biasanya tertulis kata-kata “Cito” atau “Statim” atau “PIM” yang seluruhnya mengandung arti Cepat. Sesuai undang-undang kefarmasian petugas apotik wajib melayani terlebih dahulu resep-resep tersebut. Sehingga jangan heran bila Anda mengantri ada pasien yang datang setelah Anda malah dilayani terlebih dahulu. Bisa jadi resep obat yang dibawa pasien tersebut tergolong  “Cito”.

Kadang-kadang resep obat ditulis oleh dokter dengan dosis yang tidak irasional, dosis yang tidak sesuai dengan usia pasien, atau mungkin dokter lupa bahwa ada obat-obat yang tidak bisa diminum bersama-sama yang dalam istilah farmasi disebut interaksi obat. Untuk hal-hal seperti ini petugas apotik harus mengkonfirmasi ke dokter penulis resep. Di sinilah kadang-kadang dibutuhkan waktu lama, karena kadang-kadang dokter sulit dihubungi dengan berbagai sebab.

Dalam resep dokter terkadang ada obat-obat yang tergolong narkotika. Penanganan resep obat jenis ini juga kadang memerlukan waktu yang lama, karena harus mendapat supervisi ketat dari Apoteker Penanggung Jawab. Penyimpanan dan penyaluran obat-obat narkotika di apotik harus melalui prosedur tertentu yang ditetapkan dengan peraturan kefarmasian.  

2. Tenaga Kesehatan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline