Indonesia merupakan negara agraris atau sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Namun pertanian di Indonesia saat ini jauh dari kata modern jika dibandingkan dengan pertanian di Jepang. Pertanian di Jepang telah menggunakan metode pertanian hidroponik dimana budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah yang menekankan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman.
Pertanian Hidroponik di Jepang telah menggunakan teknologi IOT (Internet of Things) untuk mengontrol Ph dan suhu disekitar pertanian. Di Indonesia sendiri pertanian hidroponik masih belum banyak diterapkan oleh petani karena besarnya modal untuk memulai usaha pertanian ini. Namun beberapa petani yang memiliki modal lebih mereka telah menggunakan pertanian hidroponik ini, namun sayangnya pertanian hidroponik di Indonesia belum didukung oleh teknologi yang mumpuni.
Di era revolusi industri 4.0 teknologi semakin maju dan berkembang. Belakangan ini kita sering mendengar istilah IOT(Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), Machine Learning, Blockchain, Virtual Reality, Big Data,dll. Sayang sekali teknologi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia.
Apakah bisa teknologi yang ada di era revolusi industri 4.0 digunakan disektor pertanian?
untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis melakukan riset dan wawancara kepada petani di daerah Tumpang Malang karena lokasi pertanian tersebut tidak jauh dari tempat tinggal penulis.
Penulis telah mewawancari beberapa narasumber yaitu petani di daerah Tumpang,Malang,Jawa Timur. Salah satu petani yang bernama Bapak Ansori mengatakan bahwa beliau merasa tersaingi oleh hasil pertanian impor dari luar negeri yang dijual di Indonesia.
"Saya sebagai petani lokal merasa tersaingi mas dengan produk pertanian dari luar negeri yang masuk di Indonesia karena pertanian di luar negeri modern dan didukung oleh teknologi yang mumpuni," ujarnya di Malang, Senin (30/04/2019).
lalu saya bertanya kembali kepada Bapak Ansori mengapa tidak menggunakan pertanian hidroponik?. "pertanian hidroponik membutuhkan modal yang besar untuk memulainya," jawab beliau.
Petani lain mengalami masalah yang sama dengan Bapak Ansori, namun disini saya menemui tambahan masalah yang dihadapi oleh Bapak Ngatemen. Bapak Ngatemen mengatakan bahwa beliau sulit mencari modal untuk memulai pertanian karena selama ini jika beliau ingin memulai usaha pertanian beliau harus hutang kepada rentenir di daerah sekitar beliau.
"Saya kalau mencari modal pertanian harus berhutang kepada rentenir mas," ujarnya di Malang, Senin (30/04/2019).
Dari permasalahan diatas penulis memiliki ide/solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menciptakan platform atau aplikasi yang bernama V-Lup. V-Lup sendiri adalah aplikasi yang menghubungkan antara petani dan konsumen dimana setiap produk pertanian dari petani dikontrol oleh tekonologi IOT dan Machine Learning, serta produk dari petani akan langsung diantarkan kepada konsumen oleh kurir hari itu juga. V-LUP juga membantu petani untuk mendapatkan modal dari Investasi melalu Crowdfunding. lebih detail mengenai V-Lup simak penjelasan di bawah ini.