Nama: Ade Fauzi Wijaya
Npm:2221020201
Pengertian Ijtihad
Kata ijtihad merupakan pecahan dari kata jahada yang artinya badzlu al-wus'i (mencurahkan segenap kemampuan). Ijtihad juga bermakna mencurahkan Seluruh kemampuan dalam melakukan tahkik (meneliti dan mengkaji) suatu Perkara yang meniscayakan adanya kesukaran dan kesulitan
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ijtihad merupakan proses menggali hukum syariat dari dalil-dalil yang bersifat dzanni.
Dengan kata lain, suatu aktivitas diakui sebagai ijtihad jika memenuhi tiga poin penting.
Pertama, ijtihad hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat dzanni. Menurut al-Amidi, hukum-hukum yang sudah qath'i (pasti) tidak digali Berdasarkan proses ijtihad. Artinya, ijtihad tidak berlaku terhadap Perkara-perkara akidah maupun hukum-hukum syariat yang dalilnya qath'i. Misalnya, wajibnya hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi Pezina, hukum bunuh bagi orang yang murtad, dan lainnya.
Kedua, ijtihad merupakan proses menggali hukum syariat; bukan proses Untuk menggali hal-hal yang bisa dipahami oleh akal secara langsung maupun Perkara-perkara yang bisa diindra. Adapun penelitian dan uji coba di dalam Laboratorium yang menghasilkan sebuah teorema maupun hipotesis tidak Disebut sebagai ijtihad.
Ketiga, ijtihad harus dilakukan secara sungguh-sungguh dengan mengeRahkan puncak tenaga dan kemampuan hingga taraf tidak mungkin lagi melaKukan usaha lebih dari yang telah dilakukan. Seseorang tidak disebut sedang Berijtihad jika hanya mencurahkan sebagian kemampuan dan tenaganya, Padahal ia masih mampu melakukan upaya lebih dari yang telah dilakukan.
Lingkup Ijtihad
Sebagaimana definisi ijtihad di atas, lingkup ijtihad hanya terbatas pada Penggalian hukum syariat dari dalil-dalil dzanni. Ijtihad tidak boleh memaSuki wilayah yang sudah pasti (qath'i), maupun masalah-masalah yang bisa Diindra dan dipahami secara langsung oleh akal. Di dalam al-Qur'an ada ayat-ayat yang jelas penunjukannya (qath'i), Ada pula yang penunjukannya dzanni. Ijtihad tidak boleh dilakukan pada Ayat-ayat yang jelas (qath'i) maknanya; seperti masalah-masalah akidah, Kewajiban salat lima waktu, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Perkara-Perkara semacam itu bukanlah lingkup ijtihad. Masalah-masalah seperti itu Sudah sangat jelas dan tidak boleh ada kesalahan di dalamnya.
Ijtihad hanya terjadi dan berlaku pada wilayah yang bersifat dzanni.
Perkara-perkara semacam ini disebut perkara ijtihadiah. Disebut demikian Karena perkara tersebut masih membuka ruang terjadinya perbedaan interPretasi. Adapun perkara yang melibatkan dalil qath'i tidak boleh disebut Sebagai perkara ijtihadiah.
Syarat-syarat Mujtahid