Lihat ke Halaman Asli

Ade Fathurahman

Geography Teacher of SMANSA Sukabumi

Perubahan Kurikulum : Ajang Proyek dan Ajang Kegenitan Ilmiah

Diperbarui: 15 Juli 2015   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jatuh bangun dunia pendidikan di Indonesia, salah satunya disemarakkan dengan trend perubahan kurikulum yang menelikung di proses pergantian rejim.

Pendidikan yang tidak pernah menjadi panglima dalam perumusan pembangunan bangsa selama ini hanya menjadi sub ordinant dari kebijakan beberapa rejim yang pernah memerintah di negeri ini.

Perubahan dari kurikulum sebelumnya menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ternyata terkesan hanya menjadi suatu kebijakan yang bersifat reaktif.

Jawaban spontan dari gegar budaya terhadap trend keluhan dunia kerja yang mendapatkan limpahan out put pendidikan kita, yang katanya, tidak bisa bekerja dan masih harus belajar bekerja.

Selanjutnya, perubahan KBK menjadi KTSP (Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan)  pada periode berikutnya masih berakar dari pertimbangan-pertimbangan yang bersifat reaktif dan sporadis pula. yang lahir dari sepercik kesadaran akan pentingnya optimasilasi kompetensi peserta didik berkenaan dengan pemanfaatan potensi wilayah serta muatan lokal melalui proses kegiatan belajar mengajar di keseharian para peserta didik untuk pemenuhan perluasan penciptaan lapangan kerja.

Perubahan yang terakhir adalah lahirnya pengganti KTSP yang bernama KURTILAS (Kurikulum Dua Ribu Tiga Belas) dengan berbagai polemiknya. Perubahan ini pun. katanya, berdasarkan pada pertimbangan yang mendasar sebagai upaya  mengantisipasi krisis moral dan dekandensi kepribadian bangsa.  Maka setting dari pelaksanaan KURTILAS diharapkan dapat merangsang penggalian kembali nilai-nilai luhur bangsa dalam proses pembelajaran yang akan membekali siswa tidak hanya mengagungkan intelektual semata, melainkan mangusung juga kepentingan pembumian  budi pekerti bagi lulusan pendidikan kita yang akan meneruskan estapet kepemimpinan nasional dimasa yang akan datang.

Salah satu kesimpulan dari evaluasi terhadap perubahan-perubahan kurikulum dinegeri kita yang bersifat tendensius, diantaranya adalah "terciumnya indikasi adanya aroma tidak sedap, yakni aroma proyek didalamnya."

Aroma yang tidak sedap yang mengisyaratkan terjadinya perampokan dana masyarakat melalui RAPBN sektor pendidikan, khususnya sub sektor pendidikan dasar dan menengah.

Sementara beberapa praktisi senior pendidikan dasar dan menengah yang pernah terdampak beberapa kali oleh perubahan kurikulum banyak yang berpendapat bahwa perubahan kurikulum.di pendidikan dasar dan menengah di negeri kita ini terindikasi dijadikan arena kegenitan ilmiah para akademisi kita yang mengambil  peran di panggung pertentangan antar penganut faham filsafat pendidikan idealisme dengan model pendidikan continental (Eropa)  versus penganut faham pragmatisme dengan model anglo saxon (Amerika). Sebut saja, untuk tingkat kota, Bapak Harun Arrasyid, mantan guru senior PAI SMANSA Sukabumi, pada awal tahun 2000-an  pernah mengatakan hal yang senada dengan indikasi tersebut.  Maka, merujuk pada latar belakang pendidikannya, beliau bertanya-tanya : "mengapa kutikulum kita tidak pernah sekalipun berani mengadopsi kurikulum dari Dunia Islam yang pernah mengalami periode keemasannya yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan seperti Ibnu Khaldun, Al Jabr. Avi Siena. Ave Rus dan yang lainnya ?"

Terlepas dari pendapat praktisi senior diatas, maka atas dasar kesadaran kebhinekaan, pada umumnya para guru. mediator pendidikan dasar dan  menengah saat ini, merindukan lahirnya kurikulum yang berakar dari Ke-Indonesiaan. Kurikulum yang membumi dan kontekstual,  yang pelaksanaannya dapat beradaptasi secara alamiah dengan kekinian dan kedisinian peserta didik kita.

Pertentangangan diantara dua aliran filsafat tersebut diatas, pada level mediator pendidikan dasar dan menegah tidaklah begitu dianggap penting.  Kedua aliran tersebut s, secara almiah sudah terdistorsi perkembangan zaman, sehingga menjadi satu paduan yang salah satu dengan lainnya dapat diambil substansi-substansi positifnya, sehingga berakulturasi menjadi aliran baru yang lebih Indonesiawiyah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline