Lihat ke Halaman Asli

Wood Pellets: Pertarungan Energi di Tungku Dapur

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tungku Wood Pellets - Foto H. Raab (http://en.wikipedia.org/wiki/File:Wood-pellet_heater.jpg)

Tak terlalu banyak yang mungkin mengetahui adanya teknologi wood pellets. Wood pellets merupakan kayu yang dicincang kasar lalu dipadatkan, sehingga mampu menghasilkan energi kalor yang setara dengan batubara. Wood pellets serupa dengan briket kayu, yang membedakan adalah bahan perekat, kerapatan dan bentuknya. Saat ini, telah begitu banyak penelitian yang dilakukan agar wood pellets dapat menghasilkan tingkat kalor yang diharapkan. Dan hasilnya, setelah ditemukan komposisi yang memadai, mulailah industri wood pellets menjadi sebuah wacana dalam pengembangan kebutuhan energi di masa datang. Diakui, banyak kegunaan dan manfaat dengan adanya wood pellets ini. Selain dikarenakan berbahan biomassa kayu, yang dipandang lebih ramah lingkungan, wood pellets juga memiliki nilai ekonomi yang lebih baik. Namun, kembali, bilamana tidak ditemukan dan dipahami sebuah sistem pengelolaan yang berpihak pada rakyat, pada gilirannya wood pellets dapat menjadi sebuah bencana baru bagi rakyat. Jenis kayu yang dapat menghasilkan kalor tinggi umumnya adalah jenis-jenis kayu yang tumbuh di bekas-bekas lahan perladangan masyarakat. Sebagian besar adalah kayu yang tumbuh sebagai pohon-pohon di hutan sekuder, yang tengah menjalani suksesinya menuju perbaikan hutan. Belum cukup banyak penelitian yang dilakukan untuk membudidayakan jenis-jenis pepohonan tersebut. Kurang bernilai ekonomi, menjadi sebuah alasan mengapa hingga saat ini masih jarang dilakukan. [caption id="" align="aligncenter" width="800" caption="Tungku Wood Pellets - Foto H. Raab "][/caption] Akhirnya, untuk memenuhi kebutuhan produksi wood pellets, masih membutuhkan sedikit waktu, ataupun pilihannya menjadikan kawasan hutan primer sebagai kawasan terbuka, yang diharapkan dapat tumbuh pepohonan pioner. Kembali, sebuah sumber energi yang diharapkan ramah lingkungan, harus bertarung dengan kepentingan ekologis itu. Pun ketika semakin banyak jenis pepohonan tersebut diambil, maka rakyat akan semakin sukar untuk menemukan kayu-kayu bakar untuk menghangatkan tungku dapurnya. Lalu terjadilah sebuah pertarungan di tungku dapur, yang tentunya tak akan mampu dimenangkan oleh masyarakat. Tak perlu untuk menggantikannya dengan gas LPG ataupun dengan bahan bakar fosil lainnya. Rakyat di kampung-kampung telah cukup sadar kebutuhan akan energinya, serta mampu memenuhkan itu. Andai saja tidak ada gangguan dari pertambangan, perkebunan dan hutan tanaman skala besar. Untuk memenuhi kebutuhan wood pellets sendiri, Pemerintah berencana membuka kawasan skala luas, untuk menanam kayu sebagai sumber bahan bakunya. Ada sebuah langkah sederhana yang mungkin bisa diperkuat oleh perusahaan negara. Walaupun, bukan tak mungkin, telah cukup banyak tetanaman yang ditumbuhkan pada lahan-lahan kritis, dari pendanaan yayasan perusahaan negara, maupun dana kepedulian perusahaan. Namun itu tak cukup. Pemilihan jenis-jenis tanaman yang ditanam, akan lebih baik berdasarkan kebutuhan rumah tangga, termasuk tungku dapur keluarga di sekitar kawasan. Juga jenis tanaman yang akan menghasilkan dalam waktu pendek dan jangka yang panjang. Masih menjadi sebuah catatan penting bagi rencana pengembangan energi nasional yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Mencoba mendalami dengan lebih tepat, apa yang menjadi kebutuhan jangka panjang rakyatnya. Memenuhkan kebutuhan energi rumah tangga, energi transportasi, serta energi listrik. Meletakkan dengan benar sumber-sumber potensi energi yang ramah lingkungan, murah, dan berkelanjutan, menjadi sebuah hal yang mendesak dilakukan. Lalu, kembali menata ulang tata kelola energi negeri . Energi masa depan, hanyalah sebuah energi yang memberikan kedaulatan sepenuhnya bagi rakyat. Bukan semata energi yang ramah lingkungan, namun tetap tak terjangkau oleh warga negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline