Lihat ke Halaman Asli

Karakteristik Siswa Generasi Strawberry Jaman Now

Diperbarui: 26 Oktober 2023   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penggunaan istilah "Generasi Strawberry" sudah seringkali muncul dalam pembicaraan yang berkaitan dengan karakteristik para remaja pada jaman sekarang. "Generasi Strawberry" adalah istilah yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang dianggap rentan terhadap ketidaknyamanan, tidak toleran terhadap kritik atau tekanan, serta cenderung memilih kesenangan dan kenyamanan dalam segala hal, terutama dalam proses pembelajaran.  

Dalam sebuah penelitian "STRABERRY GENERASI:KETERAMPILAN ORANG TUA MENDIDIK GENERASI Z" yang dilakukan Fikriyah dan Fatin, 2023 dalam Jurnal Consulenza:Jurnal Bimbingan Konseling dan Psikologi, menyebutkan bahwa dari hasil penelitian didapatkan  keterampilan orang  tua  dalam  mendidik  anak  yang  berpotensi akan tumbuhnya  mereka menjadi bagian dari strawberry generation, diantaranya pola asuh overprotective, pola  asuh  otoriter,  kurangnya  pemberian  apresiasi  dan  komunikasi. 

Generasi Strawberry merupakan generasi yang menggambarkan generasi yang indah, cantik dan menarik namun mudah rapuh dan rusak saat diberi tekanan. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor pola asuh atau pendidikan dari orang tua. Dalam hal ini orang tua dan lingkungan sekitar tetap berperan penting dalam proses tumbuhnya generas-generasi Strawberry.

Dalam dunia pendidikan, terutama dalam lingkup Sekolah Menengah saya sebagai guru merasakan keprihatinan yang besar terhadap karakteristik remaja sekarang yang sebagian besar dari mereka memiliki karakter yang mudah menyerah dan tidak tertarik dengan tantangan.  Dalam tahun 2023 saja sudah banyak sekali guru yang menjadi korban karena rasa tidak terima dari orang tua siswa terhadap guru dalam menegur anaknya saat melanggar peraturan selama dalam lingkungan sekolah. Adapun beberapa contoh kasus yang sempat viral adalah Guru Agama yang menegur siswanya karena tidak sholat dilaporkan ke polisi dan dituntut orang tua siswa untuk membayar sebesar Rp. 50.000.000. Selain itu ada guru yang hampir buta karena di ketapel oleh orang tua siswa yang tak terima anaknya ditegur karena merokok. Dalam media sosial juga sempat viral seorang siswa SD yang berani memukul dan membentak gurunya karena diingatkan saat melakukan kesalahan. 

Dunia pendidikan memang luar biasa mengalami gejolak dan penurunan karakter pada para siswa. Siswa lebih memiliki sikap seenaknya sendiri dan tidak menghargai orang-orang disekitarnya seperti guru dan teman sejawatnya. Terkadang dalam proses pembelajaran banyak guru mengeluhkan sikap siswa yang dinilai tidak sopan. Misalnya saja, saat guru baru masuk kelas dan akan memulai pembelajaran ada siswa yang bertanya "Pak/Bu nanti selesai jam berapa?". Pertanyaan ini pastinya sering ditemui oleh kalangan guru yang mengajar di kelas pada jaman sekarang. Padahal guru belum juga memulai pembelajaran tapi sudah ditanya kapan selesainya. Selain itu banyak siswa yang mudah merasa bosan saat proses pembelajaran dikarenakan saat mereka menemui sedikit kesulitan, mereka akan lebih memilih untuk beralih ke handphone mereka masing-masing untuk membuka sosial media atau bermain game saat proses pembelajaran berlangsung. Sikap ini juga menunjukkan rendahnya tanggungjawab yang mereka miliki untuk menyelesaikan tugasnya. Rasa tidak peduli akan membuat mereka semakin cuek dan seenaknya dalam proses pembelajaran. Sikap acuh dan tidak peduli juga akan menjadi peluang untuk semakin maraknya kasus perundungan/ bulliying di lingkungan sekolah. Siswa yang pendiam dan susah berinteraksi secara sosial akan semakin sulit untuk mendapatkan teman atau sekedar tempat untuk bercerita. Sehingga dalam jangka panjang hal ini dapat menimbulkan stress dalam diri siswa, karena merasa tidak diterima dan diabaikan.

Sehingga, sebagai seorang guru sudah seharusnya untuk tidak lelah memberikan nasehat dan masukan yang membangun pemikiran yang maju dan berkembang. Karena sejatinya fitrah setiap anak adalah baik, hanya terkadang kondisi dan lingkungan membentuk mereka menjadi apa mereka saat ini.  

Adapun solusi  guna meminimalisir  anak menjadi Strawberry  Generation diantaranya:  

1. Membangun ikatan yang lebih erat antara orang tua dan anak. Sudah semestinya bagi orang tua untuk memberikan pendidikan dan lingkungan yang baik untuk perkembangan anaknya sehingga tumbuh menjadi anak yang bahagia dan percaya diri.

2. Membangun karakter mental yang kuat. Kekuatan mental anak pada jaman sekarang merupakan kebutuhan yang harus dimiliki oleh setiap anak yang tumbuh di suatu negara. Kemajuan teknologi dan dinamisnya proses kehidupan menuntut anak untuk berani mencoba, terus berusaha dan pantang menyerah. 

3. Memberikan kepercayaan kepada anak. Belajar untuk memberikan kepercayaan kepada anak merupakan salah satu langkah untuk membangun karakter anak tumbuh menjadi anak yang kuat. Anak yang diberikan kepercayaan dan tanggungjawab akan merasa lebih diterima dan meningkatkan kepercayaan dirinya untuk menunjukan kemampuannya. Selain itu anak akan secara langsung maupun tidak langsung, mereka akan belajar dan meng-upgrade dirinya sendiri untuk melakukan sebuah kontribusi, sehingga mereka akan merasa lebih berharga dan dapat diandalkan.

4. Melatih untuk mengambil keputusan. Peran orang tua dan guru juga sangat diperlukan dalam hal ini. Sebagian besar anak merasa takut dan kebingungan dalam mengambil suatu keputusan karena tidak berani menanggung resiko yang akan muncul dalam pengambilan keputusan. Namun, motivasi dan masukan yang terus diberikan untuk membangun keberaniannya akan membuat anak merasa lebih percaya diri untuk mengambil sebuah keputusan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline