Lihat ke Halaman Asli

Tembang di Dusun Sempuyun

Diperbarui: 19 September 2017   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Padusunan Sempuyun. Dok.pribadi

Temaram cahaya rembulan mencoba menerobos sela-sela rerimbunan pohon disepanjang jalan Dusun. Tanpa angin, dan hanya ditemani bintang - bintang bertabur dilangit yang termangu. Daun, desir, membisu, semua seakan memaku diri, menyelami sayup alunan tetabuhan alat musik dari bambu, yang sayub lirih dikeheningan malam, suaranya dengungkan laras -laras menentramkan bertalu menyapa kesunyian padusunan.

Tak seperti yang sering kita ketemukan jika malam telah tiba. Deru, bising dan celoteh suara silih berganti menghias suasana. Jalan - jalan tak pernah sepi dengan hilir mudik, ibarat tak perlu hadirnya rembulan tuk menerangi kehampaan sepi. Namun disini, disini justru sebaliknya. Dengkur mesin dan raungan motor dipastikan tidak ada. Mereka digantikan dengan derik suara serangga serta nyanyian kodok bersautan dan sesekali burung malam menyeringai memadukan nyanyiannya.

Yach....Dusun yang sunyi, asri dan mempesona. Sebut saja padusunan Sempuyun, nun jauh dari hiruk pikuk perkotaan, tersembunyi diantara pepohonan hutan alami, diatas hamparan tanah dan rumput berseri, diantara sekat bukit-bukit indah, bertaman pesawahan yang elok, berhiaskan jernih air sungai kecil dikanan kiri, sejuk kala siang dan asri kala wengi ( malam tiba ).

Malm ini, seperti malam - malam sebelumnya, suasana sunyi tenteram pedesaan berteman dengan tetabuhan alat musik milik Pak Benu. Wilahan -wilahan tipis bambu yang berjajar begitu padu dengan benda yang terselip dijari - jari Pak Benu. Pukulan-pukulan benda itu pelan dan kadang lebih cepat bergantian beradu. Lincah jemari Pak Benu dalam memainkanya semakin memberikan kesan tersendiri bagi suasana malam dipadusunan.

Gabengan, yach..para warga menamakan alat musik tersebut dengan nama " Gabengan ". Konon dinamakan seperti itu, karena alat musik yang mengalunkan suara unik dan indah tersebut, terbuat dari bambu gabeng atau bambu yang sudah mati dengan sendirinya, dan tentunya sudah tidak bisa dimanfaatkan lain selain untuk dijadikan kayu bakar.

Perlu ketrampilan tersendiri dalam pembuatanya. Dan banyak proses sederhana yang harus ditelateni jika ingin mendapatkan laras seperti yang diinginkan. Kesan sakral, mistis dan menghibur mampu dikeluarkan dari hasil bunyi sebuah gabengan yang diciptakan dengan seksama. Seperti Gabengan milik Pak Benu, yang bukan hanya sebagai hiburan dan sarana relaxsasi menjelang istirahat malam. Tetapi juga bisa membangkitkan aura-aura positif pemikiran serta menentramkan.

Pak Benu adalah seorang seniman dan pengrajin dikenal dipadusunan. Disela keseharianya sebagai petani, ia juga sosok penghibur dimana dalam setiap musim tanam, rawat dan panen pertanian, warga setempat pasti akan meminta jasanya dalam memainkan hiburan, uro-uro, juga termasuk menabuh gabengan.

Warga meyakini, dengan adanya alunan-alunan yang dimainkan, hasil taninya akan melimpah dan tanamanyapun luput dari hama. Bukan dari sisi mistis lahirnya keyakinan tersebut, tapi lebih dari cara berpikir dan bekerjanya lebih rilex, sabar, telaten karena ada hiburan yang menentramkan. Otomatis, ketika pikiran menjadi tentram, senang, suasanapun juga akan tenang dan segala apa yang dikerjakan akan maksimal.

Bersambung.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline