Lihat ke Halaman Asli

Ade T Bakri

Penyuka kopi

Kiat Sederhana Mengatasi Kebuntuan dalam Menulis

Diperbarui: 9 Juli 2022   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi(iStockphoto/Jacob Ammentorp Lund)

Tak bisa dipungkiri untuk konsisten dalam menulis bukan sesuatu yang mudah. Jangankan konsisten menulis, beberapa orang mangaku bahwa  untuk mulai menulis saja mereka kesusahan, mendapatkan ide menulis saja kerepotan. Belum lagi  misalnya, bagaimana ide yg sudah ada di kepala dirangkai menjadi sebuah tulisan, atau tiba-tiba mengalami kebuntuan (writer's block) dalam menulis.

Saya sendiri merasa untuk menghasilkan sebuah tulisan seperti cerita pendek, esai, susahnya bukan main. Apalagi menulis sebuah novel. Ampun! Saya tak sanggup.

Eit, tunggu dulu, tak sanggup yang saya maksud bukan berarti putus asa atau tak bisa, tetapi tak sanggup dalam pengertian saat ini. Kalau disuruh menulis  sebuah novel sekarang, saya angkat tangan, belum bisa. Akan tetapi, suatu saat, setelah banyak berlatih menulis saya optimistis bisa menulis sebuah novel.

Syahdan, saya kadang berpikir apa, sih, cara atau kiat yang dilakukan penulis mansyur untuk mempertahankan konsistensi mereka dalam menulis? Pernahkah mereka mengalami kebuntuan (writer's block) dalam menulis?

Ternyata, oh ternyata, bukan hanya saya berpikir demikian, beberapa penulis yang bagi saya sudah masyur dalam dunia kepenulisan pun berpikir hal yang sama. Mereka mengaku bahwa mereka pernah mengalami kebuntuan dalam menulis. Mereka juga dengan jujur berkata  bahwa mereka mengagumi penulis lain dan tidak malu untuk belajar dari penulis lain tentang ilmu kepenulisan; dan juga belajar dari penulis yg lebih senior tentang bagaimana kiat mempertahankan mood dalam menulis.

Dewi Lestari atau biasa disapa Dee Lestari dalam sebuah acara (kalau tak salah  membahas tentang kepenulisan) yang tayang di Youtube, ia pernah berkata bahwa ia pun pernah mengalami kebuntuan dalam menulis.

Tjak S Parlan  (seorang novelis) dalam tulisannya "Adegan Berdurasi Pendek, Ingatan Berdurasi Panjang"  bercerita bahwa ia pun pernah sampai pada titik "merasa tidak bisa melakukan apa-apa," terhadap sebuah aktivitas menulis. Dia mengatakan "Setiap pagi, ia hanya membuka halaman baru Microsoft Words, menyeduh kopi, duduk kembali menghadapi layar berwarna putih, lalu jemari dia berhenti di atas keyboard".  Tapi menurut dia itu belum seberapa bahkan  dia pernah memecahkan rekor dalam satu hari hanya bisa menghasilkan satu paragraf pendek untuk memulai sebuah cerita pendek. Itu belum berlanjut ke perihal gagasan. Dia berkat rasanya seperti ada yang tersumbat dalam kepalanya dan dia butuh apa pun agar bisa membobol sumbatan itu.

Tatkala mendengar perkataan Dewi Lestari dan membaca tulisan  Tjak S Parlan saya berkata dalam hati "Bagaimana dengan saya ya, saya yang menulis saja masih ogah-ogahan, masih blepotan merangkai kalimat ini  apakah layak mengatakan diri saya juga mengalami writer's block"?  Sepertinya saya tidak! Saya bukan mengalami writer's block, tetapi lebih kepada kemalasan. Saya harus jujur mengatakan bahwa saya memang malas dalam menulis.

Yang bisa dikatakan mengalami kebuntuan dalam menulis adalah orang-orang yang konsisten dalam menulis. Lha, kalau saya?harusnya saya jangan makanpuji  mengatakan, (walupun itu dalam hati  sekalipun) bahwa saya juga mengalami writer's block, hehe.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline