Munculnya gesekan-gesekan yang terjadi beberapa waktu waktu lalu hingga saat ini antara Republik Indonesia dengan beberapa negera tetangga secara alami memang dapat dikatakan sesuatu yang normal. Pembakaran bendera, penyadapan, intimidasi, terorisme terselubung, upaya melemahkan ekonomi rakyat hingga penghancuran dengan menggunakan teknologi komunikasi dan media kerap, dan masih terus terjadi hingga saat ini. Sementara itu, upaya peningkatan semangat nasionalisme yang benar dan substansif belum bekerja secara signifikan. Pelajaran-pelajaran di sekolah yang berkaitan erat dengan semangat perjuangan dan nasionalisme dan pstriotisme hanya bermuara pada cerita lama seputar penajajahan Indonesia di masa lalu dan tidak menyentuh kekinian, yakni semangat berdamai, mencintai sesama tanpa harus kehilangan integritas sebagai satu bangsa yang merdeka dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Disamping itu ada indikasi lalai dan "jaim" atau jaga image dari para pemimpin negeri saat ini yang cenderung gamang serta kikuk dalam bergaul dengan bangsa lain. Kita ingin menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang cinta damai, menghormati hak azazi manusia tetapi lupa untuk menjaga integritas dan kekuatan bangsa sendiri. Sehingga lambat laun malah menunjukkan bangsa yang tidak memiliki kewibawaan sebagai bangsa yang besar dan ujung-ujung malah memantaskan diri menjadi negara yang rela diobok-obok oleh bangsa lain termasuk negara kecil. Lama kelamaan Indonesia akan menjadi seperti satu raksasa dungu yang dipermainkan para kurcaci. Ini yang paling mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia.
Para remaja usia sekolah tidak begitu berminat mempelajari sejarah kemunginan besar karena materi yang disajikan hanya seputar bicara masa lalu sedangkan pola pikir para remaja sudah berorientasi mondial dimana Belanda dengan klub sepakbolanya sudah menjadi bagian dari semangat kebersamaan demikian pula Jepang, Inggris, dan Spanyol. Hampir semua remaja bangsa Indonesia menjadi fan berat klub dan sekaligus negara tersebut.
Remaja pun lebih mencintai pasukan elit Amerika yang mereka mainkan dalam banyak game yang kini menjamur di kalangan anak-anak dan remaja bangsa Indonesia dibandingkan dengan Tentara Nasional Indonesia yang mereka anggap sudah tidak sekuat di masa lalu. Disamping itu, tidak adanya program Wajib Militer bagi pemuda Indonesia merupakan lemahnya kesemaptaan secara menyeluruh dari semua elemen bangsa Indonesia , sehingga komunitas airsofter menjadi pilihan bagi para pemuda Indonesia .
Kesemaptaan, wajib militer, re-orientasi patriotisme dan nasionalsime tidak serta merta bahwa bangsa Indonesia gila perang melainkan untuk menjaga stabilitas integritas bangsa yang besar. Untuk menjaga cinta memerlukan kekuatan dan kekuatan tanpa cinta akan melahirkan tirani...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H