Lihat ke Halaman Asli

Ade Awliya Rahman

Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Pentingnya Pemberian Perlindungan terhadap Anak dalam Kasus Kekerasan dan Penelantaran terhadap Anak

Diperbarui: 15 Mei 2023   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(Studi Kasus Penelantaran Remaja di Depok)

Penulis : Ade Awliya Rahman, Imaduddin Hamzah

Anak merupakan pemegang tongkat estafet perjuangan bangsa di masa yang akan datang. Sebagai generasi penerus bangsa, anak semestinya diberikan hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal serta dijamin perlindungan terhadap hak-hak dasarnya. Hal tersebut menjadi tanggung jawab berbagai pihak, baik dari keluarga, masyarakat, maupun pemerintah, bahkan turut menjadi tanggung jawab dunia secara keseluruhan. Hal ini tergambar dari berbagai regulasi terkait anak yang terbit baik dalam tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Adanya regulasi terkait anak pada berbagai tingkatan merupakan sebuah bentuk keseriusan untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Di Indonesia, perlindungan terhadap anak merupakan kewajiban yang diamanatkan secara khusus oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di dalam pasal 1 Ayat 2 UU Perlindungan Anak menerangkan bahwasanya perlindungan anak merupakan segala upaya untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Meskipun demikian, masih kerap dijumpai kasus-kasus yang berkenaan dengan pelanggaran terhadap hak-hak anak. Mirisnya, pelanggaran tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang semestinya bertanggung jawab terhadap pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak. Sejumlah pelanggaran yang kerap terjadi misalnya kekerasan, eksploitasi, pelecehan seksual, penculikan, penelantaran, dan masih banyak lagi kasus pelanggaran hak anak lainnya yang masih kerap terjadi di sekitar kita.

Salah satunya terjadi pada seorang remaja berinisial RA (14) yang ditemukan dalam kondisi terlantar dengan sejumlah luka lebam dan luka bakar di tubuhnya. Ia menjadi korban penelantaran dan penganiayaan oleh ibu kandungnya sendiri lantaran ibu kandungnya tidak terima ketika RA melarang ibunya untuk berkenalan dengan laki-laki dari facebook. Dari keterangan yang diperoleh, korban memang sering menjadi korban kekerasan oleh ibu kandungnya. Kekerasan yang diperoleh korban diantaranya adalah pemukulan dan juga korban disiram dengan air panas, sebelum akhirnya diterlantarkan. Bibi dari korban turut memberikan pengakuan bahwasanya korban cukup sering mengalami penganiayaan oleh ibu kandungnya. Korban merupakan anak pertama dari dua bersaudara, oleh karenanya korban kerap menjadi pelampiasan emosi dari ibunya.

Kejadian ini perlu menjadi perhatian khusus dari seluruh kalangan. Tindakan penganiayaan dan penelantaran ini bukanlah suatu kasus biasa, mengingat tindakan yang diterima oleh korban dapat berdampak pada proses tumbuh kembang korban serta kesehatan baik secara fisik maupun psikis. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua tentunya tidak hanya memberikan cedera secara fisik, namun juga secara psikis, dimana seyogianya anak memperoleh kasih sayang dan rasa aman dari orang tuanya, namun korban justru memperoleh hal yang sebaliknya.

Jika ditinjau dari sudut pandang hukum, dalam UU Perlindungan Anak pada Pasal 26 Ayat 1, orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Pada kasus yang sebelumnya diulas, tentu dapat dilihat dengan nyata bahwa orang tua dari korban telah mengabaikan kewajiban dan tanggung jawabnya selaku orang tua dengan melakukan tindakan kekerasan dan penelantaran, yang mana hal ini justru berbanding terbalik dengan kewajiban dan tanggung jawab yang semestinya dilaksanakan olehnya. Hal ini merupakan salah satu contoh pelanggaran terhadap regulasi terkait perlindungan anak dan semestinya dijatuhi sanksi yang setimpal dengan perbuatannya yang telah merenggut hak anak.

Jika mengkaji pada UU Perlindungan Anak, pada Pasal 59 Ayat 2 poin i dan m, dalam kasus di atas, korban perlu memperoleh perlindungan khusus. Perlindungan khusus yang dimaksud dijelaskan pula secara lebih mendalam pada pasal 59A yang diselenggarakan dengan memberikan penanganan yang cepat, seperti pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Kemudian pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan. Lalu pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu. Serta pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan. Dengan melaksanakan perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban kekerasan dan penelantaran, tentunya sangat membantu pemulihan secara fisik maupun psikis dari korban itu sendiri.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah setempat juga turut memberikan upaya perlindungan khusus sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang. Tindakan tersebut dilakukan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) yang memberikan pendampingan terhadap RA (14) sebagai upaya pemulihan kondisi anak pasca terjadinya tindakan yang cukup memberikan dampak psikologis bagi anak itu sendiri. Penanganan dilaksanakan secara intensif, mengingat korban mengalami trauma berat akibat kejadian tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline