Masalah pengadaan Bus Transjakarta yang terindikasi menjadi ajang korupsi dan kolusi sejumlah oknum di Pemda DKI sudah masuk ke proses hukum, bahkan sudah ditetapkan beberapa orang sebagai tersangka oleh kejaksaan. Menjelang Pemilu Legislatif yang akan dilaksanakan bulan ini isunya menjadi bertambah ruwet karena ada beberapa kelompok yang memanfaatkan kasus ini sebagai amunisi senjata politik untuk menyerang pencapresan Jokowi. Benarkah Jokowi terlibat dalam kasus ini?
Bagi masyarakat umum yang tidak memahami proses tender pengadaan barang dan jasa mungkin bisa termakan oleh isu provokasi politik untuk menjatuhkan citra Jokowi dan Basuki sebagai pemimimpin yang bersih. Namun bagi yang mau sedikit berpikir tentu bisa melihat bahwa kejadiannya tidak sesederhana itu. Dimasa pemerintahan sebelumnya kasus semacam ini sudah pasti tidak akan masuk berita, bahkan akan diredam dan ditutupi dengan berbagai cara dan alasan prosedural.
Para pelaku yang terlibat dalam kong X kong proyek ini pun tidak menyerah begitu saja mulai dari melakukan upaya lobi ke Ahok dengan alasan bahwa bus berkarat karena lamanya pengapalan sehingga terkontaminasi uap air laut hingga menyarankan bahwa bus yang sudah terlanjur diadakan dipakai saja dengan pertimbangan asas manfaat di sini. Bahkan penanganan kasus ini oleh Kejaksaan bukan oleh KPK bukanlah suatu kebetulan saja, bisa diduga ini juga merupakan upaya manuver emergency exit dari para mafia yang terlibat.
Praktek kolusi dan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah bukanlah hal yang baru di negara kita. Bahkan saat ini korupsi barang dan jasa sudah dilakukan sangat sistematis dan dengan manajemen yang rapi. Cara berpikir bahwa korupsi ada pada tahap pengadaan dan pelaksanaannya yang tidak sesuai spesifikasi harus sudah dirubah. Korupsi sudah dimulai sejak tahap penyusunan undang-undang peraturan penetapan DIP (Daftar Isian Proyek), study kelayakan dan perencanaan, prakualifikasi, tender, hingga serah terima barang jasa.
Pada masalah pengadaan Bus Transjakarta ada celah-celah tahapan pengadaan yang kelihatannya mencurigakan.
Kolusi Dalam Pembuatan Peraturan Daerah (Perda)
Perda DKI No. 2 tahun 2005 Pasal 20 tentang Pengendalian dan Pencemaran udara menyebutkan bahwa kendaraan umum dan kendaraan operasional di DKI harus menggunakan BBG. Melihat tahun berlakunya perda ini adalah 2005 bisa diduga bahwa Perda ini memang diarahkan untuk dijadikan landasan hukum dalam Persyaratan Tender pengadaan Bus Transjakarta karena kenyataanya aturan dalam Perda ini sama sekali tidak pernah diaplikasikan untuk pengadaan kendaraan operasional DKI. Fakta bahwa stasiun pengisian BBG hingga 9 tahun kemudian juga sangat minim jelas membuktikan bahwa perda ini dipaksakan berlakunya dengan motif tertentu.
Kolusi Dalam Prakualifikasi
Syarat-syarat dalam prakualifikasi dimaksudkan untuk menyeleksi awal kompetensi dan kredibilitas calon peserta lelang (tender) dengan tujuan bahwa dalam tender nanti peserta yang berkompetisi sudah diyakinkan kemampuannya dari segi finansial, pengalaman pekerjaan sejenis, kemampuan sumber daya manusia atu memiliki tenaga ahli yang memadai, referensi proyek yang sudah diselesaikan dengan baik dinilai dari segi tingkat kerumitan teknologi, waktu penyelesaian, dan nilai proyeknya, ketersediaan peralatan, sertifikasi kemampuan manajerial seperti ISO 9001, OHSAS 18001, ISO 14001, dll.
Syarat –syarat ini bisa di tambah dan dikurangi sesuai keinginan Panitia Tender. Biasanya untuk meloloskan calon peserta tertentu atau menjegal calon peserta lain ditambahkanlah ketentuan yang menguntungkan salah satu pihak namun sebenarnya itu bukan prinsip. Misalnya calon peserta harus sudah berpengalaman dalam pengadaan Bus BBG, atau calon peserta harus memiliki sertifikat rekomendasi dari pabrik atau produsen tertentu yang notabene sudah menjadi jaringannya. Kemungkinan inilah yang mengakibatkan perusahaan abal-abal yang tidak jelas pengalaman dan alamat kantornya bisa lolos dalam seleksi prakualifikasi.
Kolusi dalam Tender (Lelang)
Setelah melalui tahapan prakualifikasi yang sudah disetting sedemikian rupa untuk meloloskan beberapa perusahaan yang masih dalam satu jaringan, maka pelaksanaan tender hanya menjadi formalitas saja, antara peserta saling berbagi. Mereka berunding sendiri siapa yang akan disetting untuk memenangkan proyek paket A siapa akan mendapatkan paket B, C dan seterusnya. Harga penawaran juga mereka atur mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, untuk menghindari kecurigaan publik akan adanya harga yang tidak wajar biasanya diatur sedemikian rupa perbedaan harga penawaran yang terendah tidak terlalu jauh dengan yang lain, ini akan memberikan kesan tender dilaksanakan dengan fair dan kompetitif. Tidak lupa biasanya juga sudah disisipkan biaya upeti untuk pejabat di atasnya yang tidak terlibat secara teknis, sehingga bila hal ini akhirnya terungkap mereka akan dibela dan dilindungi karena pejabat tersebut ikut menikmati. Dalam hal ini jelas kelihatan bahwa panitia lelang DKI dan timnya tidak mampu menyetir Jokowi-Ahok sebagaimana tender-tender terdahulu sebelum kepemimpinan mereka berdua sehingga kasus ini tidak dapat diredam.
Spesifikasi teknis bus juga bisa direka-reka sehingga menutup kemungkinan produk merek lain bisa masuk, seperti sudah disebut diatas bahwa bus harus menggunakan BBG dengan berlindung pada Perda di atas atau bus dengan dek lantai tinggi. Meskipun produsen lain (selain merk cina) juga bisa memenuhi spesifikasi ini bisa ditambahkan persyaratan lain misal batasan waktu delivery yang lebih ketat sehingga tidak memberi kesempatan merek lain untuk memodifikasi line produksinya, atau memberikan spesifikasi lebih khusus tentang model mesin BBGnya. Intinya dengan segala cara membatasi produk lain diluar jaringannya bisa ikut bersaing.
Kolusi Dalam Penerimaan Barang
Kontrak pengadaan barang dan jasa biasanya sudah mengatur secara detil spesifikasi barang yang bisa diterima atau harus ditolak. Jika barang dikirim dari jauh melalui pengapalan tentunya ada prosedur pengecekan saat loading atau pemuatan kedalam kapal dan unloading atau pembongkaran di tempat tujuan. Untuk impor barang-barang dengan spesifikasi khusus dan bernilai besar biasanya dipersyaratkan dengan menggunakan LC (Letter of Credit) dari bank yang akan memverifikasi spesifikasi barang dan syarat-syarat pembayaran transaksi secara detil. Pembelian dengan LC dapat mencegah terjadinya penipuan dalam transaksi perdagangan antar negara. Namun kenapa dalam kasus impor bus transjakarta ini bisa lolos?, ya karena penipunya bukan pedagang yang diluar negeri tapi dari dalam negeri yang bekerja sama dengan panitia lelang PPA (Pejabat Pengguna Anggaran) dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen/ Pimpro) .
Modus korupsi semacam ini sudah umum terjadi dalam semua pengadaan barang dan jasa pemerintah baik pusat maupun daerah . Kebetulan saja ini terjadi di DKI era Jokowi-Ahok sehingga bisa terungkap lebih gamblang, tanpa komitmen pimpinan tertinggi di DKI maka kasus-kasus seperti ini di masa lalu cenderung di petieskan. Ini adalah pengalaman berharga bagi Jokowi jika kelak Jadi Presiden RI ke 7 untuk menutup celah-celah kebocoran dan penyimpangan anggaran negara. Kebocoran anggaran mungkin berada di sekitar angka 30% hingga 50% tergantung peluang jenis proyeknya. Tetapi penyimpangan anggaran bisa 100% hilang karena memang pemanfaatannya sudah direncanakan menyimpang dari kebutuhan. Seperti proyek Hambalang adalah contoh sempurna dari penyimpangan 100% karena kehilangannya bukan sekedar nilai yang dikorupsi oleh para mafia tetapi proyek bangunan tersebut totally useles karena tidak memberikan manfaat sama sekali. Ini adalah contoh proyek yang dikorupsi sejak dari hulunya atau ide adanya proyek memang direncanakan untuk dikorupsi.
Salam
Ade Darma
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H