Membaca esai karya Denny JA, Ph.D dengan judul NKRI Bersyariah Atau Ruang Publik Yang Manusiawi?
Esai komparatif tersebut menuntun kita untuk menganalisa dan membandingkan antara gagasan dan gerakan NKRI Bersyariah dengan tokoh utama Al-Habib Muhammad Rizieq Husein Syihab pimpinan Front Pembela Islam (FPI), -- gerakan ini mencapai kulminasi pada aksi 212 tahun 2016, dan satu tahun setelahnya dalam Reuni 212--, dengan gagasan dan gerakan dari Yayasan Islamicity Index.
Untuk mengetahui bagaimana pemikiran pimpinan FPI tersebut, salah satunya dapat dengan membaca dan mempelajari karya tulis hasil penelitian ilmiah (Tesis) nya untuk memperoleh gelar Master pada Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, (2012), dengan judul "Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam di Indonesia".
Hemat penulis, ada kerancuan mendasar dalam gagasan penulis Tesis tersebut yakni tentang dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, bahwa menurutnya Pancasila yang otentik adalah versi Piagam Jakarta (Djakarta Charter) 22 Juni 1945, dan mempertentangkan dengan versi 18 Agustus 1945.
Dalam dua versi tersebut ada perbedaan redaksi pada sila pertama Ketuhanan, pada versi Piagam Jakarta terdapat tujuh kata, "...dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", sedangkan versi 18 Agustus 1945 menjadi "... Yang Maha Esa".
Adapun gagasan dan gerakan dari Yayasan Islamicity Index, yang bertujuan melembagakan ruang publik (public sphere) sesuai dengan petunjuk kitab suci Quran, menurunkan nilai-nilai dasar dan tema-tema besar dari kitab suci seperti keadilan, kemakmuran, pemerintahan yang bersih, dan penghormatan pada manusia. Kemudian membagi nilai-nilai dasar dan tema-tema besar menjadi empat kategori index yaitu Economic Islamicity, Legal and Governance, Human and Political Rights, dan International Relation Islamicity Index. Hasil penelitian tahun 2017, didapatlah ranking 10 besar negara yang paling tinggi skor Islamicity nya, yang disandang oleh Negara Barat seperti Australia, Denmark, Irlandia, Kanada, Netherland, Selandia Baru, Swedia, dan Switzerland. Sedangkan negara mayoritas Muslim justru skor Islamicity nya biasa saja dan cenderung rendah, seperti Indonesia (rangking 74), Malaysia (rangking 43), Saudi Arabia (rangking 88), dan United Arab Emirat (rangking 47), hal ini dapat disimpulkan bahwa Negara Barat lah yang mempraktekkan nilai-nilai sosial yang Islami berdasarkan Quran.
Masyarakat Madani
Masyarakat Madani (civil society), merupakan konsep berdasarkan negara-kota Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW (622) dengan azas hukum yang tertuang di dalam "Piagam Madinah", memiliki enam karakter yaitu egalitarianisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi (bukan kesukuan, keturunan, ras dan sebagainya), keterbukaan (partisipasi seluruh anggota masyarakat aktif), penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme serta musyawarah, yang berhasil hijrah (berpindah) dari masyarakat jahiliyah (kebodohan) menuju masyarakat berperadaban tinggi.
Secara historis masyarakat Madani merupakan perpaduan dari sejarah peradaban Islam dan sejarah peradaban Barat. Mesti diakui bahwa masyarakat Barat jauh lebih maju dibandingkan masyarakat Muslim. Sehingga masyarakat Muslim mesti mengadopsi pemikiran Barat (Eropa dan Amerika), seperti Adam Ferguson (1723-1816) dalam karya An Essay on History of Civil Society (1767), Hegel, JJ Rousseau dalam buku The Social Contract (1762), John Locke mengembangkan istilah civil society menjadi civillian goverment dalam buku Civillian Government (1690), Marx dan Hegel sebagai penggagas ide sosialisme, Antonio Gramsci salah seorang tokoh Neo Marxisme, dan Tocqueville.
Dalam mewujudkan masyarakat Madani dapat diawali dengan membangun ruang publik yang bebas (free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism) dan keadilan sosial.
Kitab suci Quran menganjurkan prinsip keseimbangan hidup menurut Islam, yakni prinsip hidup yang secara seimbang mempraktekan ubudiah (peribadatan) dan muamalah (pergaulan), dalam istilah lain kesalehan individual/ritual dan kesalehan sosial.