Lihat ke Halaman Asli

Senyum di Hari Pertama Sekolah

Diperbarui: 31 Juli 2016   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa pun bila kata pertama dilekatkan pada sesuatu, pasti terasa berbeda. Anak pertama misalnya, atau gaji pertama, pacar pertama, wawancara pertama, mobil pertama, rumah pertama, sampai mantan pertama. Pertama menjadikan kata setelahnya terasa spesial. Kita pun cenderung berhati-hati dan mempersiapkan sebaik-baiknya untuk si pertama ini. Kita ingin yang terbaik yang kita bisa. Apa pun hasilnya nanti, ini akan jadi semacam acuan atau tolak ukur di waktu selanjutnya.

Mengingat hari pertama sekolah, belasan tahun silam, saya tersenyum-senyum sendiri. Ada rasa deg-degan, takut-takut tapi… penasaran, juga malu. Selebihnya adalah rasa grogi karena memang saya ini anak yang tidak cepat beradaptasi. Kini, saya alami lagi si hari pertama sekolah saat mengantar putri pertama saya ke sekolah barunya. Saya bertanya-tanya, Apa ya yang dirasakan Kakak saat itu?

Sehari sebelum hari H, saya sudah menyiapkan perlengkapan sekolahnya, bahkan seragam sudah siap sejak tiga minggu lalu. Begitu juga sepatunya. Saya mengharuskan Kakak tidur lebih awal supaya tidak kesiangan. Bermainnya pun saya batasi supaya Kakak tidak capek.

Wah-wah, yang mau sekolah kan Kakak, emaknya ruwet sendiri. Sementara si Kakak kalem-kalem wae.

Pagi menjelang berangkat, saya hampir-hampir tidak masuk kerja. Intinya saya siap menemani hari pertama sekolah si Kakak. Ibarat samurai, saya sudah siap perang dengan pedang tajam mengilat di tangan (lebay total!).

Tiba di sekolah, saya melihat barisan guru berjajar menyambut baik siswa baru maupun kakak kelas. Terdengar pula lagu yang saya tak tahu apa judulnya, liriknya memperdengarkan semangat untuk bersekolah. Tiba-tiba saya merasa tenang.

Sampai di kelas, guru wali kelas menyambut. Saya bertanya, apakah saya mesti mendampingi Kakak? Ibu guru berwajah ramah itu menyahut bahwa saya tak perlu mendampingi kalau Kakak berani. Saya mendekati Kakak berkata bahwa saya akan ke kantor. “Nggak papa ya Mamah tinggal?” tanya saya.

“Nggak papa,” kata Kakak.

Saya pamit dan meninggalkan sekolah. Masih banyak orang tua murid di sekolah, tapi saya tetap melaju ke kantor. Saya percaya pada guru. Saya percaya Kakak akan baik-baik saja. Saya percaya bahwa hari ini akan manis, semanis senyum Kakak pagi tadi.

Pulangnya, dan juga hari berikutnya, ada kalimat ini dari Kakak. “Aku suka kok di SD.”

Syukurlah, saya senang hari pertama Kakak di sekolah terlewati dengan ceria. Semoga hari-hari selanjutnya pun begitu. Amin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline