Lihat ke Halaman Asli

AddedSport Asia

Connecting student-athletes in Asia to the world stage

Menjadi Orangtua dari Seorang Atlet

Diperbarui: 26 Agustus 2019   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Kanika Minocha
M.A, EdM. Psychological Counseling
Columbia University

Menjadi orangtua adalah pekerjaan yang paling diremehkan. Banyak tanggung jawab dan tekanan. Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa menjadi orangtua memerlukan mental baja dan keahlian spesial untuk bisa mengesampingkan semua kemauan pribadi dan tujuan hidupnya untuk orang lain yaitu, anak. 

Diantara banyak hal, orangtua juga harus mendalami keahlian dalam memberikan semangat "maju terus, pantang mundur" kepada anaknya. Selain itu, orangtua harus pandai mengatur mengekspresikan perasaan mereka, terutama saat mereka kecewa dengan hasil yang diraih anaknya. Sebuah pekerjaan yang sungguh berat. Walaupun begitu, kita tahu bahwa setiap orangtua selalu memberikan segalanya untuk memastikan bahwa anaknya mendapatkan kehidupan yang baik dan masa depan yang cerah.

Bagaimana dengan orang tua yang anaknya adalah seorang atlet. Menjadi seorang atlet tidak semudah menjadi seorang murid yang baik --- tidak semua usaha keras membuahkan hasil yang diharapkan. Sejak kecil kita dididik bahwa "kalau kamu kerja keras, kamu akan mendapatkan hasil yang manis." Untuk seorang atlet, hal tersebut belum tentu sejalan. 

Maka dalam hal ini tugas orangtua menjadi lebih berat. Mereka harus mengajarkan anak mereka, dari usia dini, seni dari "kepuasan yang tertunda",  the art of delayed gratification. Sebagai orang dewasa, kita mengerti bahwa kita harus bersusah payah dan kerja keras agar di suatu hari nanti kita menikmati hasilnya. 

Untuk seorang anak, hal tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Bersabar bukanlah suatu hal yang menyenangkan bagi mereka. Orangtua harus siap menghadapi anaknya yang mengalami kekalahan di pertandingan atau bahkan di sesi latihan. Ditambah lagi, orangtua harus segera menggunakan momen tersebut untuk menyemangati kembali anaknya dan memastikan bahwa anaknya tidak berhenti berusaha.

Hal terpenting yang harus disadari orangtua adalah kepercayaan diri seorang anak bisa mulai menipis, bahkan dari usia dini. Lingkungan, kata-kata yang mereka dengar dari orang sekitar, dan aktivitas yang mereka jalani adalah hal-hal yang bisa mempengaruhi mereka. 

Seorang anak yang sudah menekuni olahraga secara serius akan memiliki kepercayaan diri melalui kemenangan dan kekalahan yang mereka alami, reaksi orangtua terhadap hasil pertandingan, dan percakapan di rumah tentang olahraga. Artinya, ada satu lagi tugas orangtua yang memiliki anak seorang atlet: orangtua harus belajar untuk tidak melibatkan emosi mereka dengan kinerja  anak.

Sangat sulit tentunya, tapi demi menjaga hubungan orangtua dengan anak dan perkembangan kepercayaan diri mereka, orangtua harus bisa memilah tugas dan peran mereka dalam menghadapi dinamika seorang atlet. Orangtua bukanlah seorang pelatih. Peran orangtua bukanlah menilai kinerja anak, melainkan untuk selalu memotivasi dan mendukung anaknya. 

Seorang anak membutuhkan sosok yang bisa selalu dipercaya dan akan selalu ada di samping mereka, seburuk apapun hasil pertandingan atau latihan. Jadi cara terbaik untuk memotivasi seorang anak saat mereka tidak bermain bagus adalah dengan mengingatkan mereka bahwa olahraga mereka hanyalah sebuah bagian, dan bukan keseluruhan dari hidup mereka. 

Tunjukkan kepada mereka bahwa hasil pertandingan tidak akan merusak hubungan orangtua-anak, dan tidak akan merubah cara pandang anda terhadap anak anda. Hal ini terdengar sangat mudah bagi orangtua, tapi anak-anak belum memiliki kapasitas untuk menguraikan emosi yang kompleks. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline