Menjelang pilkada Malaysia, beberapa hari lalu, serangan Mahathir Mohamad atas Perdana Menteri (PM) Najib Razak kian gencar. Setelah menggerakkan pengikutnya di dalam negeri, Mahathir coba meraih simpati dari masyarakat global. Tindakan itu terlihat ketika Dr. M diwawancarai Time Asia, 2 Juni lalu.
Ketika ditanya mengapa masih berkutat dengan peliknya urusan politik di usia menjelang 91 tahun, 10 Juli nanti, Mahathir menjawab bahwa pensiunan seperti dirinya sudah tak punya ambisi politik lagi. Namun, ketika melihat tak ada orang di Malaysia yang berani menentang PM Najib, ia merasa terpanggil.
Sebagaimana diketahui, publik Malaysia menyaksikan bahwa perjuangan melawan PM Najib secara konstan dilakukan pihak oposisi. Motornya adalah Partai DAP pimpinan Lim Kit Siang dan Partai Keadilan Rakyat (PKR) yang digawangi keluarga mantan Wakil PM di masa Mahathir, Anwar Ibrahim.
Kedua, Mahathir mengatakan bahwa pemerintahan di bawah PM Najib begitu represif dan menindas. Seolah Mahathir lupa bahwa selama ia berkuasa, sudah ratusan lawan politiknya yang masuk penjara atas tuduhan melanggar UU keamanan dalam negeri yang bernama Internal Security Act (ISA).
Ketiga, Tun Mahathir berusaha menggambarkan PM Najib sebagai kepala pemerintahan yang menjalankan kekuasaan berdasarkan kekuatan uang. Mahathir bahkan mengatakan, politik uang yang digunakan PM Malaysia terkini telah menjadikannya diktator bagi pihak-pihak yang tidak mau tunduk atas kekuatan uangnya.
Keempat, tampak sekali Mahathir berusaha memojokkan sikap toleran PM Najib atas usulan penerapan UU Syariah atau yang populer disebut sebagai RUU Hudud. Sebagai negara Muslim, dunia telah lama mengetahui tingkat kemoderatan bangsa Melayu. Mahathir seolah menyalahkan PM Najib karena telah mencederai citra Malaysia sebagai bangsa Muslim moderat yang dapat menjadi model bagi kerukunan beragama dan ras.
Di sisi lain, publik global juga punya rekam sejarah kuat betapa di masa pemerintahan Mahathir isu rasial begitu mengemuka. Ujung-ujungnya, terjadinya beberapa konflik rasial antara Melayu dan ras minoritas seperti India dan Cina.
Peluang Tipis
Tak bisa dipungkiri, dalam wawancara itu terlihat betapa Mahathir ingin memperlihatkan kepada masyarakat global bahwa tindakannya adalah semata untuk menyelamatkan Malaysia. Di sisi lain, belum lama ini pemerintah Malaysia melalui Menteri Luar Negeri Anifah Aman telah memperingatkan bahwa langkah Mahathir bisa menyebabkan ketidakstabilan sosial politik dan mengakibatkan investasi asing hengkang dari negeri tersebut.
Pembangkangan dan perlawanan terus-menerus yang dilakukan Dr. M dan pengikutnya lama-lama seperti tak masuk akal. Anifah Amah mengatakan dalam sebuah wawancara, sebagai seorang mantan PM, Mahathir seharusnya lebih memahami apa itu demokrasi, yang tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang sedang ia tempuh sekarang ini.
Sementara itu, Mahathir dan sekutunya menganggap imbauan pemerintah Malaysia itu sebagai sesuatu yang mengada-ada. Gerakan Mahathir didukung 58 politisi dari berbagai elemen di Malaysia, yang disebut-sebut telah merepresentasikan dukungan rakyat. Lagipula menurut Mahathir, langkah menurunkan PM Najib tetap ia lakukan dengan cara konstitusional, sesuai hukum, serta nonkekerasan.