Lihat ke Halaman Asli

Buruh Meragukan Kemampuan Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri Selesaikan Masalah Buruh

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Bambang Eka (Ketua Umum Depenas Gaspermindo)

Kabinet baru telah diumumkan. Publik mengapresiasi struktur kabinet yang didominasi sosok profesional. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan para menterinya pada Minggu, 26 Oktober 2014, dan memilih nama Kabinet Kerja. Nama tersebut dipilih sesuai karakter Jokowi-JK yang mengutamakan bekerja dan bekerja. Namun, catatan khusus diberikan kepada sejumlah menteri dari partai politik. Menurut hasil Jajak Pendapat Kompas pekan lalu menyoroti ekspektasi publik terhadap susunan kabinet baru. Secara umum, publik merasa puas dengan struktur dan susunan Kabinet Kerja. Pendapat itu disuarakan 6 dari setiap 10 responden. Kepuasan responden itu diikuti pula ekspektasi publik yang cukup melambung. Delapan dari setiap 10 responden yakin bahwa Kabinet Jokowi-Jusuf Kalla akan menciptakan perubahan positif bagi bangsa.

Cara mengumumkan kabinet pun disorot publik. Berbeda dengan tradisi pengumuman kabinet sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan para menterinya di halaman Istana Negara dan memperkenalkan satu per satu sosok para pembantunya itu. Saat memperkenalkan, Jokowi juga menyebutkan profesi dan pengalaman mereka. Para menteri saat itu berseragam kemeja putih lengan panjang dan celana panjang hitam. Cara mengumumkan kabinet yang di luar tradisi pemerintahan sebelumnya itu memberi makna simbolis tertentu bagi publik. Kemeja putih dan celana panjang hitam adalah pakaian khas Jokowi setiap kali blusukan hingga ke berbagai pelosok. Suasana tak formal saat pengumuman menteri menciptakan makna bahwa mereka para pembantu Presiden yang siap bekerja. Makna ini dikemukakan 7 dari 10 responden jajak pendapat yang berpendapat, cara pengumuman itu sebagai cermin dari postur kabinet yang mau bekerja cepat.

Namun kalangan organisasi pekerja atau buruh memberikan catatan kepada Kabinet Kerja Jokowi-JK, untuk tidak hanya sekedar ikut-ikutan gaya Jokowi yang suka bulusukan, tapi yang utama adalah para menteri harus memiliki program yang jelas dan terukur terkait persolan kerakyatan, sehingga tidak terkesan seperti politik pencitraan yang sedang dilakoni oleh para menter. Wabil khusus kepada Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakhiri tidak terjebak pada gaya-gaya voulontir yang hanya ikut-ikutan trend yang ada, yang pasti Menteri Tenaga Kerja harus dengan jelas mengkaji ulang persolan-persoalan perburuhan yang terjadi di Indonesia, seperti sistem kerja kontrak yang masih berjalan, hal ini merupakan PR besar yang harus dituntaskan oleh Hanif Dhakiri, sebagai kelanjutan dari Menteri Tenaga Kerja sebelumnya, Muhaimin Iskandar. Kita tidak ingin Menteri Tenaga Kerja ikut-ikutan latah dipertontonkan pemandangan dan bulusukannya para menteri seolah-olah dengan menunjukan hal itu, mereka sudah di anggap bekerja, padahal hal itu belum betul-betul sudah memenuhi harapan masyarakat khususnya masyarakat kaum buruh/pekerja.

“…Seharusnya kementrian tenaga kerja sudah memperlihatakan dan menyampaikan rencana kerja yang betul-betul menyentuh buruh selain persoalan tuntutan tentang kenaikan upah buruh, sebab ada masalah perburuhan yang selama ini telah menyiksa kaum buruh, yakni adanya sistem kerja kontrak yang salah kaprah ! atau autsorcing”, #Bambang Eka.

Masyarakat kaum buruh menunggu siapa kabinetnya Jokowi-JK yang betul-betul mengerti tentang persoalan tenaga kerja, jangan Menteri Tenaga Kerja yang bias- biasa, apalagi ini menyangkut nasib kaum buruh, hajat hidup orang banyak, harapan kaum buruh ingin ada perbaikan Kabinet Kerja Jokowi-JK ini, memang harus betul-betul menunjukan kinerja yang lebih baik dari pada kabinetnya Pemerintahan sebelumnya, yakni Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 1 dan II, SBY-JK dan SBY-Budioeno yang dulu juga selalu posisi Menteri Tenaga Kerja notaben dari kalangan politisi, sehingga kesan pos Menteri ini politis, terlihat dari sejak dulu bukan di isi oleh kalangan professional yang memang lahir dari kalangan buruh, tapi diberikan kepada Parpol, yakni jatah PKB. Begitu juga sekarang kembali Menteri Tenaga Kerja di Pemerintahan Jokowi-JK diberikan kepada Jatah parpol (Baca:PKB) lagi.

“Jelas ini adalah sudah persoalan politik, bukan bagai mana mentrinya yang betul-betul profesional. Oke ini sudah terjadi tetapi yang penting Menteri yang sekarang masih tetap dari PKB tolong tunjukan kinerja yang lebih baik dari pendahulunya (Baca: Muhamin Iskandar)”, #Bambang Eka.

Gebrakan-gebrakan harus dilakukan, seperti bagaimana melakukan penataan kepada perusahaan-perusahaan yang melanggar sistem kerja kontrak karena sistem kerja kontrak ini sudah merampas kesejahteraan buruh dan pelanggaran yang lainnya. Bagaimana perusahaan besar yang sudah puluhan tahun memperkerjakan buruhnya dengan sifat pekerjaan yang countine dirubah menjadi sistem kerja kontrak (Baca:Outsourcing) yang salah kaprah dengan alasan pemutihan. Masalah ini dibiarkan oleh pemerintahan eraSBY, nah sekarang di Pemerintahan Jokowi-JK bagaimana?. (Diolah dari berbagai sumber).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline