Lihat ke Halaman Asli

Arief Darmawan

Saya Arief Darmawan

Tukang Rangin Naik Haji

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

142940672487673116

Tenang saja, tulisan ini ndak akan sepanjang 2000 episode seperti cerita profesi pedagang lainnya yang juga naik haji, atau seperti film Fast and Furious 7 yang berakhir dengan menikahnya Adam Jordan dan Lulu Tobing … eh salah ding, itu Tersanjung ya

Ini adalah cerita … kisah nyata ding, tentang Pak Rangin (bukan nama aseli), saya panggil demikian karena beliau jual rangin. Beliau adalah panjual jajanan favorit saya sejak kecil sampai saya lulus SMP. Dan nasib pun memisahkan kami (musik melow mengalun di belakang) karena saya harus bersekolah di Malang untuk meraih masa depan gemilang (diiringi suara musik We are the champion-nya Queen, sambil mengepalkan tangan ke depan dan bendera merah putih di belakang)

Nama sebenarnya Pak Rangin saya ndak tahu. Dari saya masih sebelum sekolah dan keluarga saya ngontrak di rumah gubuk sederhana, Pak Rangin ini sudah jadi favorit penjajaj jajanan favorit saya. Ya maklum saja, kami mampunya cuma beli jajanan beliau waktu itu. Dengan hanya uang Rp 25, kami bisa beli 2 tangkap rangin. Dengan di tambah sedikit topping gula, cukup bisa mengganjal perut kecil saya (“kecil ???” pasti yang baru kenal saya setelah saya menikah pada nggumam kayak gitu, you know … susu saya passs makanya bertumbuh pesat seperti sekarang hehehe)

Tadi pagi, waktu sedang iseng-iseng mbrowsing di depan rumah ortu saya, ditemani segelas kopi susu anget dan hembusan udara pagi segar khas kampung kami, saya melihat bapak itu berjalan lambat-lambat memanggul “toko kecil” ranginnya. Adik saya langsung memanggil pak rangin, “Pak tumbasss”

Pak Rangin langsung berhenti di depan rumah kami, menurunkan toko kecilnya dan mempersiapkan dagangannya. Toko kecil Pak Rangin ini sebenarnya adalah dua buah kotak kayu sederhana yang dihubungkan dengan sebuah kayu, penghubung ini juga dipakai sebagai media untuk memanggul. Satu kotak kayu, ditutupi kaca kecil tembus pandang, tentunya ndak ada tulisan V-Kool, RayBan atau sejenisnya. Difungsikan sebagai etalase jajanan ranginnya. Sementara kotak kayu berikutnya berisi kompor kecil dan panggangan untuk memanggan rangin-nya. Beliau ini masih pake minyak lho, bukan gas 3Kg seperti penjual lain. Ketika saya tanya kenapa masih pake minyak, dijawab ribet kalau pake gas, harus merubah susunan toko kecilnya itu dengan aneka selang dan lain-lain. Toko kecil ini, ternyata juga adalah toko kecil yang saya jumpai waktu masih kecil, ndak ada perubahan pada struktur dasar, lebih hanya pada cat-nya saja yang memang harus diremajakan setiap tahun sekali.

14294067881179057695

Waktu pertama saya keluar dari pager rumah orang tua saya, Pak Rangin mikir saya ini adalah Andiek,  adik saya. Jadi langsung saja beliau menyapa “Libur yo Ndik ?” saya belum resmi menyanggah dan hanya menjawab sekenanya “Nggih pak, kan Minggu, njenengan apa kabarnya ?”, “Ya, ngene ini … golek rezeki” jawabnya sederhana sambil ndak lupa senyum. Lalu raut wajah beliau langsung berubah begitu adik saya juga keluar dari pager rumah … “oh em ji, manusia bulet jenis gini ada 2” mungkin demikian pikir beliau. “Oalah ini Arief tho, kok lemu banget saiki ? kangen aku Rip” Pak Rangin berujar begitu menyadari yang ada di depannya adalah saya, yang juga mengkonfirmasi pemikiran saya atas pemikiran beliau (mbulet bahasane) … dan kenapa pula semua orang bertemu saya selalu bertanya masalah perubahan status saya dari kurus menjadi chubby yang rupawan #pusing deh kepala barbie … eh barbar

Akhirnya kamipun ngobrol panjang x lebar = tinggi di pinggir jalan. Mulai dari bagaimana saya pindah ke Malang, Jakarta, Kuala Lumpur, Singapore dan akhirnya balik lagi ke Surabaya. Juga tentang beliau dan keluarga.

Pak Rangin ini orangnya ulet banget lho, walaupun cuma penjaja rangin, beliau rajin menabung dan tidak sombong, jagoan dan juga pintar (mas Boy banget deh pokoknya).Pak Rangin ini Insya Allah tahun besok Insya Allah akan pergi haji ke Baitullah, Padahal daftar haji di Sidoarjo sudah masuk 15 tahun untuk tahun ini, dan 8 tahun sebelum saya pindah ke KL beberapa tahun lalu.

Pak Rangin ini juga orang yang tahan banting dan determine. Setiap hari beliau selalu menjajakan dagangannya keliling 3 kampung, biarpun sebenarnya anak-anak beliau mau dan mampu untuk menjaga beliau.

Beliau juga ndak pake sandal / alas kaki ketika pagi. “Biar sehat”katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline