Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA) bukan lagi sebuah hal baru bagi masyarakat Indonesia, akan tetapi Indonesia terlihat masih belum siap menghadapi MEA yang akan mulai diberlakukan pada 31 Desember 2015. Ketidaksiapan tersebut dapat dilihat dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang dengan tegas menolak diberlakukannya MEA. Prinsip yang akan dijalankan melalui program MEA yaitu akan adanya kerjasama perdagangan bebas yang mencakup tenaga kerja, barang, dan jasa sehingga tidak ada lagi batasan. Hal ini akan membuat buruh menjadi terancam karena belum adanya kesiapan yang matang.
Indonesia dengan jumlah penduduk 40.58% dari total populasi ASEAN merupakan sebuah pasar yang sangat besar dan tanpa kesiapan yang baik Indonesia hanya akan menjadi target pasar yang sangat empuk bagi negara ASEAN lainnya. Bahkan seperti yang diberitakan oleh website Kontan, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel juga mengkhawatirkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA di mana akan terintegrasi 10 negara ASEAN dalam suatu kawasan ekonomi eksklusif. Menurut Rachmat transaksi perdagangan dengan negara-negara anggota ASEAN untuk saat ini masih mengalami defisit. Dari berbagai berita tersebut dapat diketahui bahwa Indonesia belum siap menghadapi MEA dan hal ini menjadi semakin parah dengan lemahnya bidang kewirausahaan di Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Bidang kewirausahaan dapat dikembangkan dengan memberikan pendidikan kewirausahaan bagi masyarakat. Pendidikan kewirausahaan adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan teori maupun praktik kewirausahaan bagi peserta didik. Dengan adanya pendidikan kewirausahaan maka akan menciptakan masyarakat yang lebih kreatif dan inovatif. Maka dari itu pendidikan kewirausahaan adalah kunci bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Kewirausahaan merupakan salah satu faktor penting dalam memajukan sebuah bangsa. Menurut David McClelland agar sebuah negara menjadi maju membutuhkan paling sedikit 2% wirausahawan dari total populasi masyarakat. Hal tersebut bahkan belum dipenuhi Indonesia yang masih berada di angka 1,65%, tertinggal jauh oleh negara anggota MEA lainnya seperti Singapura dan Malaysia. Negara tetangga Indonesia yaitu Singapura, telah berhasil mencapai persentase 7% jumlah wirausahawan dari total populasi negara.
Untuk melihat hubungan antara jumlah wirausahawan dengan kemajuan suatu negara dapat dibandingkan menggunakan salah satu indikator yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita suatu negara. Singapura dengan persentase wirausahawan terbesar di ASEAN memiliki PDB per kapita 22 kali lipat dari Indonesia, data tersebut bersumber dari situs Bank Dunia. Berdasarkan data tersebut Indonesia dapat mengambil pelajaran dari Singapura yaitu mendorong kewirausahaan kepada masyarakat.
Pendidikan kewirausahaan di Singapura sudah diajarkan sejak dini di mana para gerenasi muda diajarkan bahwa mereka hanya memiliki sumber daya alam yang sangat sedikit dan diperlukannya kreatifitas untuk menguasai pasar global melalui sektor kewirausahaan. Hal tersebut membuat Indonesia tertinggal dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya dalam bidang kewirausahaan. Tanpa adanya upaya untuk mendorong pendidikan kewirausahaan di Indonesia, MEA hanya akan menjadi ajang bagi negara ASEAN lain untuk memanfaatkan Indonesia sebagai target pasar. Indonesia perlu mengembangkan pendidikan kewirausahaan agar dapat bersaing dengan negara anggota MEA lainnya.
Pendidikan kewirausahaan dapat diterapkan dalam berbagai jenjang pendidikan yang ada. Bahkan beberapa negara tetangga ASEAN sudah menerapkan nilai kewirausahaan sejak sekolah dasar. Nilai tersebut dapat berupa nilai keberanian untuk mengambil peluang dan juga mandiri. Dengan melihat sisa waktu Indonesia yang sangat singkat untuk menghadapi MEA maka jenjang perguruan tinggi merupakan pilihan yang tepat untuk menekankan pendidikan kewirausahaan.
Para lululusan sarjana tidak lagi hanya bersaing di dalam negeri melainkan dengan negara anggota MEA lainnya. Tanpa MEA saja jumlah pengangguran di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mencatat adanya 7,4 juta pengangguran terbuka per Februari 2015 dan jumlah tersebut juga turut disumbang oleh lulusan sarjana. Hal tersebut merupakan sebuah tantangan besar khususnya bagi perguruan tinggi untuk menciptakan lulusan yang dapat bersaing secara global. Agar pendidikan kewirausahaan berjalan efektif maka tidak hanya teori saja melainkan pendidikan secara praktik juga diperlukan. Perguruan tinggi dapat membuat tugas bagi mahasiswa untuk membuat sebuah bisnis secara berkelompok. Dengan tugas tersebut mahasiswa diharapkan memiliki pengalaman dalam merencanakan, bersinergi, dan mengelola bisnis. Kemampuan kewirausahaan dapat membuat mahasiswa dapat memanfaatkan peluang yang ada dan dapat bersaing di tingkat ASEAN.
Indonesia perlu meningkatkan jumlah wirausahawan agar dapat menjadi negara maju dan bersaing dalam MEA. Hal tersebut dapat dicapai dengan mengubah pola pikir generasi muda yang lama menjadi baru. Pola pikir lama yaitu menjadi karyawan harus diubah menjadi pola pikir baru yaitu menjadi seorang wirausahawan. Generasi muda harus mempunyai jiwa kewirausahaan yang baik seperti berani mengambil resiko, kreatif, dan inovatif. Apabila generasi muda Indonesia mempunyai pola pikir baru maka Indonesia tidak perlu lagi khawatir dengan adanya MEA. Pandangan yang sebelumnya beranggapan bahwa MEA akan membuat persaingan semakin sulit berubah menjadi pandangan baru yang positif. Generasi muda dapat berfikir lebih luas bahwa MEA merupakan sebuah peluang emas yang harus dimanfaatkan.