Lihat ke Halaman Asli

Adam Pergiawan

Perangkat Desa

Mohammad Natsir, Perjalanan Menuju YARSI Sumbar

Diperbarui: 28 Juli 2022   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MOHAMMAD NATSIR, PERJALANAN MENUJU YARSI SUMATERA BARAT

Oleh : Adam Pergiawan

Salah seorang Tokoh penting asal Sumatera Barat yang namanya mungkin jarang terdengar di telinga generasi milenial saat ini namun memiliki peranan penting  serta prestasi bagi Bangsa Indonesia. Beliau adalah Bapak Mohammad Natsir. Putra dari pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah ini lahir di Solok, salah satu daerah di Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 1908.

pada tahun 1916 saat beliau bersekolah di Hollandsch Inlandsche School atau sekolah Belanda untuk bumiputera di Adabiyah, Padang. Namun beberapa bulan kemudian beliau pindah ke HIS Solok. Di sana beliau menjalani pendidikan pada siang hari dan pada malam harinya menambah ilmu di Madrasah Diniyah. Namun pendidikan beliau hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum akhirnya beliau melanjutkan pendidikannya di HIS Padang. Setelah lulus mengenyam pendidikan di HIS, Beliau melanjutkan pendidikannya di Meet Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO pada 1923 lalu berlanjut Algemeene Middelbare School atau AMS sampai tahun 1930 di Bandung.

Pada Tahun 1938 Beliau bergabung dengan Partai Islam Indonesia Pada tahun1940 sampai 1942 Beliau menjabat sebagai kepala Partai Islam Indonesia cabang Bandung. Namun jauh sebelum beliau bergabung dengan partai tersebut beliau sering bertukar pikiran dengan Bapak Agus Salim tentang Islam dan negara. Beliau bergabung dengan Majelis Islam A’la pada masa pemerintahan Jepang dan Beliau diangkat menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat setelah Proklamasi Indonesia.

Gagasan beliau yang paling terkenal adalah Mosi Integral Natsir yang memuat hasil keputusan parlemen mengenai bersatunya kembali sistem pemerintahan Indonesia dalam sebuah kesatuan. Wakil Presiden pertama Indonesia, Bapak Mohammad Hatta, sangat mengapresiasi Mosi tersebut karena Beliau menganggap Mosi tersebut dapat memulihkan keutuhan Bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini juga tertangkap dalam radar Sang Proklamator, Presiden Pertama Indonesia, Bapak Ir.Soekarno yang kemudian mengangkat Beliau menjadi Perdana Menteri pada 05 September 1950 dan membentuk cabinet bernama Kabinet Natsir. Namun sangat disayangkan hal tersebut tidak berlangsung lama karena pada 26 April 1951, Bapak Mohammad Natsir mundur dari jabatannya karena selisih paham dengan Bapak Ir.Soekarno. Bapak Ir.Soekarno yang berpaham nasionalis mengkrikit Islam sebagai Ideologi sementara Bapak Mohammad Natsir mengkriti Bapak Ir.Soekarno yang dianggap kurang memperhatikan kesejahteraan di luar Pulau Jawa.

Selama era demokrasi terpimpin, Bapak Mohammad Natsir terlibat dalam pertentangan dengan pemerintah yang dinilai semakin otoriter. Beliau bergabung dalam Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Bapak Mohammad Natsir akhirnya ditangkap dan dipenjarakan di Malang dari tahun 1962 sampai 1964 setelah sebelumnya tuntutan PRRI mengenai otonomi daerah disalahtafsirkan oleh Bapak Ir.Soekarno sebagai bentuk pemberontakan Beliau kepada Negara. Bapak Mohammad Natsir baru dibebaskan di era Orde Baru pada 26 Juli 1966.

Pada tahun 1968, Bapak Mohammad Natsir berkunjung ke Sumatera Barat atas undangan Yayasan Kesejahteraan. Pada waktu itu, beliau mendapat kesempatan mengunjungi hampir seluruh Kabupaten di Sumatera Barat yang difasilitasi oleh Gubernur Sumbar saat itu, Bapak harun Zein beserta Muspida Sumbar, dalam rangka pembangunan lahir dan batin di Sumbar.

Sewaktu hendak kembali ke Jakarta, sebagai hasil yang didapatkan selama kunjungan tersebut, Bapak Mohammad Natsir menyampaikan suatu saran tertulis kepada Buya Dt. Palimo Kayo, yang isinya berupa harapan kepada para alim ulama, sebagai pimpinan alamiyah dalam tatanan adat Minangkabau, bersama para cendikiawan, agar dimulailah suatu usaha pelayanan kesehatan berupa poliklinik kecil, dengan harapan agar usaha ini dapat berkembang nantinya.

Saran ini diterima oleh para alim ulama dan cerdik pandai, para ahli dan pemuka-pemuka kaum ibu, direstui oleh Gubernur Sumbar, dan sekaligus bersedia menjadi Pelindung bagi badan pelaksana Yayasan Rumah Sakit Islam Sumatera Barat (Yarsi Sumbar).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline