Lihat ke Halaman Asli

Adam Setyo

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Problematika Kidsfluencers dan Infotainment terhadap Perilaku Masyarakat

Diperbarui: 22 Juni 2021   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media massa adalah komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal atau menyeluruh. Saat ini media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan pemikiran dan perilaku manusia dalam kehidupannya sangat di pengaruhi oleh pesan dari media massa. Media massa sudah menjadi sarana informasi, lebih pentingnya lagi dalam kehidupan masyarakat.

Melalui media massa, program atau informasi berlomba -- lomba menyajikan dalam bentuk yang menarik. Jika media massa yang menjadi sumber kebutuhan informasi masyarakat, maka setiap orang membutuhkan media massa untuk mengekspresikan ide -- ide mereka kepada khalayak luas. Tanpa media massa, ide atau gagasan seseorang hanya sampai kepada orang -- orang sekitarnya saja.

Di era digital, anak-anak kerap tampil dalam konten di media massa, seperti Youtube dan Televisi. Mereka adalah "kidfluencers", atau anak-anak dengan banyak followers di medsos. Rafatar adalah salah satunya. Lewat akun Youtube keluarganya, keseharian Rafatar menjadi konsumsi publik termasuk saat ia dijahili oleh orang-orang disekitarnya. Meski begitu, Rafathar dan kidfluencers lainnya memperoleh berbagai keuntungan. Seperti pendapatan dan popularitas yang menjanjikan.

Putra Raffi Ahmad dan Nagita Slavina marah terhadap Baim Wong. Kemarahannya dipicu oleh keusilan Baim saat mereka tengah bermain. Sejak diunggah pada 2 Juni lalu, konten ini telah ditonton lebih dari 1,7 juta orang. Menurut Psikologi

Bukan Cuma rafathar, memahami risiko jika anak menjadi pesohor ataupun artis, sekarang YouTube maupun di Televisi memungkinkan semua orang jadi pesohor, termasuk anak anak. Tingkah mereka yang mengemaskan dan pure mengundang daya tarik maupun views dan kita pun bisa tahan menonton konten mereka dalam waktu lama.

Pada 2021, industri influencer marketing berpotensi tumbuh mencapai $13,8 miliar. Namun, menjadi bagian dari industri triliun rupiah ada pro dan kontranya sendiri. Kidfluencers memang bisa sukses meraup uang yang banyak di usia dini. Tapi bukan berarti tak ada harga yang harus dibayar.

Disaat yang sama, bahaya eksploitasi seperti hilangnya privasi mengintai mereka. Secara psikologis, apa yang dialami oleh Rafathar dapat mempengaruhi psikososial anak.

" Menurut saya, anak enggak usah pakai di-prank atau dibohongi seperti apa. Biar dia belajar pengalaman sebenarnya. Kalau kita yang udah tua, kita tahu itu enggak beneran, pura-pura. Kalau mereka, otak yang kosong ini isi informasi-informasi. Informasi yang diisi, informasi yang bagus jangan informasi yang kurang bagus. Gak semua yang bisa dilakukan ke orang tua dilakukan ke anak.Dia juga bisa mengatakan, kalau saya diperlakukan itu, dia bisa meledek saya begitu, saya bisa juga melakukan hal tersebut. Dan mungkin itu dia lakukan ke anak-anak seusia dia, teman-temannya. Dan itu berdampak ke perkembangan psiko-sosialnya". Dr. Rose Mini Agoes Salim, Psikolog Anak.

Secara hukum, pengaturan terkait anak di media sosial memang belum ada. Selagi kekosongan regulasi ini belum terjamah oleh pemerintah, maka peran orang tua dalam memperhatikan batasan bagi sang anak menjadi penting. Seperti menjaga privasi anak dan menanyakan kesediaan anak untuk berada dalam video.

Tapi, betapun hidup mereka sudah jadi konsumsi publik, meskipun begitu mereka tetap anak anak, jangan sembarangan komentar, apalagi yang menjurus membully. Disisi lain, pertimbangkan juga, kalau mau jadikan anak anak sebagai YouTuber.

Tetapi hal ini ada kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE") sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU 19/2016"). Pada prinsipnya, tindakan menujukkan penghinaan terhadap orang lain tercermin dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline