Lihat ke Halaman Asli

DILARANG MEROKOK!

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1404673331747925348

[caption id="attachment_314352" align="alignnone" width="600" caption="Kreasi pribadi penulis, gambar asli diambil dari liputan6.com"][/caption]

Pengantar

Berhubung sekarang kita masyarakat Indonesia sedang memasuki masa tenang dalam kampanye pilpres, saya merasa ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk meluncurkan tulisan ini. "Dilarang Merokok!", tulisan yang tentu sering kita jumpai di tempat-tempat makan, rumah ibadah, institusi pendidikan, dan tempat-tempat spesifik lainnya. Jujur saja, pada awalnya saya sendiri bingung akan memasukkan tulisan ini pada kategori apa. Kesehatan? Hukum? Sejarah? Sampai pada akhirnya saya memilih untuk memasukkan tulisan ini ke dalam kategori sosial budaya. Mengapa? Karena perilaku merokok ini sudah menjadi hal yang umum di dunia sosial, bahkan sudah menjadi budaya tersendiri di dalam masyarakat.

Pada dasarnya tujuan saya membuat tulisan ini hanya untuk memberikan perspektif yang berbeda bagi para pembaca. Akan terdengar seperti pembelaan? Mungkin. Tapi tujuannya bukan itu. Tujuannya agar kita sama-sama berefleksi, agar kita dapat melihat dan menganalisis suatu permasalahan melalui "multi-perspektif", yang pada akhirnya dapat menghasilkan jalan keluar yang lebih baik.

Upaya Pemerintah dan Masyarakat

Perilaku merokok beserta rokoknya, sudah lama menjadi hal yang diperdebatkan, bukan hanya di Indonesia, melainkan seluruh dunia. Bagi para perokok, merokok di anggap sebagai suatu kebiasaan yang bagaimanapun caranya akan sulit untuk dihentikan. Bagi negara, rokok bisa menjadi suatu sumber devisa negara yang menjanjikan. Bagi non-perokok, rokok dapat menjadi hal yang sangat mengganggu dan harus dimusnahkan, sebab dapat merugikan kesehatan mereka yang menjadi perokok pasif.

Merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang bervariasi dan serius, itu tidak dapat disangkal. Saking seriusnya resiko yang ada dalam rokok, bahkan pemerintah sampai membuat peraturan yang bertujuan untuk membatasi perilaku merokok, "membatasi" penjualan rokok, dan mengurangi jumlah perokok. Berbagai macam cara yang digunakan agar tujuan-tujuan tersebut tercapai, salah satunya adalah peringatan tentang bahaya merokok yang dicantumkan di setiap bungkus rokok.

Di Indonesia, peringatan tersebut awalnya berupa kalimat cukup panjang yang berisi tentang resiko merokok secara lengkap. Kemudian beberapa bulan yang lalu (kurang lebih), kalimat tersebut digantikan dengan kalimat singkat "Merokok membunuhmu", yang saya rasa terinspirasi dari tulisan "Smoking Kills" yang ada pada bungkus rokok di luar negeri. Terakhir, kurang lebih seminggu yang lalu, tulisan tersebut diganti kembali dengan tulisan "Peringatan" disertai dengan gambar yang menunjukkan efek rokok terhadap badan manusia, yang kira-kira memakan sepertiga bagian dari setiap bungkus rokok.

Selain peringatan pemerintah, banyak lembaga juga sudah terlihat sering menyuarakan himbauan kepada masyarakat untuk menghilangkan perilaku merokok dalam berbagai cara. Aksi damai, seminar, talk show, pengembangan psikoterapi, sampai hipnoterapi. Berbagai cara di coba oleh berbagai kalangan masyarakat untuk satu tujuan, menghilangkan rokok dan perilaku merokok.

Hasilnya?

Sebagai perokok, saya sendiri merasa bahwa hal-hal tersebut tidak mempengaruhi saya sama sekali. Ya, saya sadar bahwa rokok itu membahayakan kesehatan. Permasalahannya adalah saya BELUM MAU berhenti merokok. Banyak teman atau orang-orang sekitar saya, atau mungkin para pembaca, yang berpikir atau berpendapat "ya udah di-mau-in dong, paling ngga kurangin lah". Tidak sesederhana itu. Dari data yang saya dapatkan, usaha mengurangi rokok pada kebanyakan perokok menimbulkan efek yoyo, efek yang serupa dengan efek dari gagal diet. Para perokok mengurangi dan mencoba menahan, kemudian di titik tertentu, mereka merasa sudah tidak tahan, dan akhirnya kembali merokok, bahkan dengan "dosis" yang lebih banyak dari sebelumnya. Bahkan beberapa orang mengatakan bahwa hipnoterapi pun hanya menjadi jalan keluar sementara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline