Lihat ke Halaman Asli

DJP Institusi Paling Ideal

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi bagian dari birokrasi adalah hal yang tak pernah Saya duga sebelumnya. Mungkin karena opini yang dibangun oleh publik bahwa (Pegawai Negeri Sipil) PNS itu lemot, berbelit-belit, berpikir statis, korup, dan lain sebagainya. Hal itu membuat Saya khawatir terseret arus buruk tersebut. Dan Saya takut tidak bisa mengembangkan diri.

Karena konsekuensi dari memilih Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) sebagai tempat menuntut ilmu adalah terjun ke birokrasi. Saya pun sempat ragu ketika Saya di terima di STAN apalagi untuk program diploma I. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Saya. Salah satu pertanyaan yang terus muncul dalam pikiran Saya “apakah Saya bisa berkembang?”

Sebenarnya Saya akan tahu jawaban itu ketika sudah masuk di STAN dan diterjunkan ke birokrasi. Tetapi karena Saya tidak mau menghabiskan hidup Saya dengan pilihan yang salah. Saya pun tanyakan hal itu kepada beberapa orang, salah satunya Pak Rhenald Kasali melalui akun sosial media. Jawaban beliau adalah “kl itu sbg final destination ya tdk, tp kl awal ok...it's up to u, nak”.

Tujuh belas bulan setelah Saya mengajukan petanyaan itu. Akhirnya, beberapa jam dari sekarang Saya akan mulai terjun ke birokrasi. Menjadi bagian dari institusi besar dengan lebih dari 33.000 pegawai, Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sebelum sampai ke tahap ini tentunya ada proses panjang yang harus dilewati, dan tidak mungkin ceritakan dalam tulisan ini.

Setelah melewati proses panjang itu, pandangan Saya mengenai birokrasi banyak yang berubah. Entah Saya tidak tahu di institusi lain, yang jelas di Kementerian Keuangan khususnya DJP. Para pegawai diberikan kesempatan yang besar untuk mengembangkan dirinya. Ini tentunya demi meningkatkan pelayanan yang prima. Bukan hanya itu saja, pemberian reward dan punishment di atur dengan sangat jelas. Yup, meritrokrasi benar-benar dijalankan disini.

Banyak yang mengatakan DJP adalah lahan “basah” bahkan “banjir” yang sangat rawan dilakukan penyelewengan oleh para pegawainya. Dan bagi publik kasus oknum GT cukup untuk mengiyakan pernyataan itu. Tetapi, hal itu adalah pelajaran besar bagi institusi ini untuk terus melakukan perbaikan di segala lini.

Saya sering ditanya “banyak ya di DJP yang kayak GT bahkan korupsinya lebih besar?” Saya hanya menjawab tidak tahu karena Saya memang benar-benar tidak tahu. Kadang Saya juga suka kesal kalau ada yang bertanya seperti itu. Kalau mereka tahu kenapa tidak di laporkan saja, jangan malah men generalisir pegawai DJP seperti oknum GT.

Ini bukan dalam rangka pembelaan terhadap DJP karena Saya sudah menjadi bagian dari institusi tersebut. Dari dulu juga Saya suka menantang kalau tahu ada yang melakukan korupsi di institusi manapun kenapa gak laporin aja, kalau gak punya bukti yang kuat. Lebih baik diam atau cari buktinya bukan malah mengumbar fitnah di media sosial.

Bagaimanapun menjadi fiskus (sebutan untuk pegawai pajak) adalah tugas yang sangat mulia. Mengumpulkan sekitar 70% penerimaan Negara, tentunya selain untuk pembangunan. Uang yang dikumpulan itu untuk membiayai pendidikan, kesehatan, subsidi, dan untuk kesejahteraan 250 juta jiwa.

DJP masih bisa berdiri kokoh sampai saat ini selain karena tugas mulia yang diembannya. Tentunya karena ada orang-orang baik di dalamnya. Institusi ini juga terus melakukan perbaikan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Menjadikan pegawai sebagai asset, memerangi korupsi, membenahi birokrasi dengan memanfaatkan teknologi, dan tentunya memegang teguh serta mengaktualisasikan nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu, Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan. Itulah DJP yang Saya kenal saat ini.

Memang realita yang ada tentunya tidak seideal yang kita bayangkan. Entah, beberapa jam, hari, bulan, bahkan tahun. Pandangan Saya tentang DJP akan berubah, karena kenyataan tidak seideal yang Saya pikirkan. Tetapi sampai detik ini Saya masih percaya bahwa DJP adalah institusi yang paling ideal.

Tulisan ini sengaja Saya buat beberapa jam sebelum berkarya di DJP. Untuk mengingatkan jika suatu hari nanti Saya melihat ketidak idealan di DJP. Saya harus berusaha untuk mengubah kondisi tersebut seideal yang Saya bayangkan saat ini, bahkan lebih baik dari yang ada pada bayangan Saya sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline