Siapa yang tidak tahu Sutan Sjahrir, sosok pahlawan Indonesia yang melegenda. Perdana menteri Indonesia pada awal masa kemerdekaan yang menjabat pada rentang tahun 1945-1947.
Ia didapuk sebagai Pahlawan Nasional lewat Keputusan Presiden nomor 76 tahun 1966. Itu artinya ia dianggap sebagai Pahlawan Nasional pada masa akhir kepemimpinan Bung Karno.
Dalam hal penyebutan sematan Bung, kita tentu tahu bahwa sematan kata Bung Besar pasti mengarah kepada Bung Karno.
Sedangkan jika mendengar Bung Kecil, tidak semua orang tahu bahwa itu merujuk kepada Sutan Sjahrir. Awal kehidupannya di awali semenjak Ia lahir pada 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatera Barat.
Keluarga Sjahrir dapat digolongkan sebagai kalangan bangsawan, karena ayah Sjahrir yakni Mohammad Rasad merupakan penasehat Sultan Deli sekaligus kepala jaksa di Medan.
Pada mulanya, Sjahrir kecil menamatkan sekolah menengah pertamanya pada tahun 1926. Setelah itu Sjahrir melancong ke Bandung guna menamatkan sekolah lanjut atas (AMS).
Just Information, AMS pada waktu itu merupakan sekolah paling mahal di lingkungan sekolah Hindia Belanda.
Di kalangan siswa AMS, Sjahrir muda berhasil menjadi primadona, ini disebabkan keikutsertannya dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia sebagai sutradara, penulis skenario sekaligus aktor.
Selain keikutsertaanya dalam organisasi kemahasiswaan yang berbasis seni teater, Sjahrir muda juga sangat aktif dalam klub debat di sekolahnya.
Sjahrir terjun dalam aksi pendidikan yang berfokus pada pemberantasa buta huruf secara gratis yang diperuntukkan bagi anak-anak dari kalangan keluarga tidak mampu.
Sikap Nasionalisme Sjahrir tumbuh pertama kali tatkala Ia mendengarkan pidato Dr. Tjipto Mangunkusumo.