Lihat ke Halaman Asli

Untaian Kegelisahan Intelektual ( 2 )

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam,,

Semoga para rakyat kompasiana senantiasa dicurahkan rahmat dan hidayah dari yang Maha tidak terbatas dari segala sesuatu yang terbatas,,

Sejenak pengalamanku hari ini, disebuah tempat di sudut terminal yang agak kumuh, sebuah pelajaran baru aku dapatkan dari mereka yang luar biasa dan mungkin tidak sepantasnya berada di tempat seperti ini. Sebuah momentum awal untuk menciptakan  arus perubahan baru guna mencapai sebuah cita-cita luhur yang masih jauh dari genggaman kepalan tangan. Secercah harapan yang menguak ditengah-tengah kubangan kenistaan yang belum tahu kapan akan surutnya. Harapan apa...??

Di tempat ini telah disatukan sebuah ikatan kekeluargaan, hasil dari kumpulan benang-benang yang kuat untuk dipilin dan dipintal menjadi satu kesatuan tali persaudaraan yang kuat. Dari komunitas suci ini telah ditemukan sebuah formulasi yang mujarab untuk mengakhiri krisis intelektual, emosional, dan spiritual yang hampir mengkaramkan kapal kecerdasan yang tengah terombang ambing di tengah arus setan untuk menuju pulau kesuksesan. Formula tersebut bernama 'MENULIS'.

Sebuah kata yang simpel, tapi dari kata tersebut telah membuat  Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir, Tan Malaka dan tokoh-tokoh lain masih harum namanya hingga saat ini ditelinga para kaum intelektual muda karena karya tulisannya yang menjadi inspirasi di ruang-ruang ideologi pergerakan hingga detik ini.

Menulis, Ibarat menemukan Laut di tengah padang pasir tandus agar optimis untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik dan berwarna. Air laut yang akan menguap seiring berjalannya waktu karena tekanan udara yang kuat dan akan berkumpul partikel-partikel uap air, lalu akan menumpahkan airnya ke bumi untuk menyirami bumi yang kekeringan. Melalui tarian-tarian jari jemari yang gemulai untuk menggoyangkan pena di atas kertas kosong, kita dapat menganalisis dan mengkritisi nilai-nilai kehidupan dan isu-isu yang berkembang yang elegan dan berwibawa sesuai dengan peran fungsi kita sebagai seorang perangkat intelektual. Pena yang tergores di atas kertas mewakili amarah intelektual kita yang terus berkecamuk dalam diri karena ada hal-hal yang mengganjal dalam perjalanan kita menuju insan akademis.

Kita tidak perlu berteriak-teriak jargon kosong yang hanya membuat kita lelah dan semakin sakit hati. Cukup dengan sebuah pena dan selembar kertas kosong, kita dapat mengawali bermil-mil jauhnya langkah perjalanan kita dari MENULIS.

MARI MENULIS..!!!!!

“Kita tidak mampu menyamai kekuasaan Tuhan, tapi kita mampu menguasai kekuasaan-Nya”..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline