Lihat ke Halaman Asli

Untaian Kegelisahan Intelektual (1)

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salam..

Suatu pagi di suatu hari, aku duduk menatap nanar melihat bayangan demi bayangan peristiwa di kampus tercinta. Berpikir sesuatu yang sudah sering terpikirkan, namun enggan dituliskan. Karena masih bersemedi di ruang dialektika pemikiran.

Diantara baris-baris meja kantin kampus yang selalu kosong dari akivitas intelektual kecuali memadu asmara mahasiswa. Terbesit hempasan demi peristiwa yang memuakkan dengan kondisi 'miniatur negeri' ini, bernama kampus.

Sejak 'Merdeka' di tahun1995, bisa dihitung dengan jari 'Negara Lain' yang 'mengakui kedaulatan' tempat ini. Entah karena sikap Eksklusif yang diperlihatkan, atau gengsi sebagai kampus baru, atau karena memang tempat ini disiapkan hanya untuk calon mahasiswa yang bercita-cita menjadi orang tua dalam usia muda. Hanya 'Founding Father' tempat ini yang tahu karena tidak mau untuk berbagi walau sebuah cuplikan pemikiran. Itulah sedikit Info yang aku dengar dari mereka yang mengaku senior-senior tempat ini. Entah senior apa tanpa karya yang dapat dibaca.

Pertengahan tahun 2008, aku menginjakan kaki di tempat ini. Sebuah kampus yang menjadikan slogan 'peduli rakyat' dalam ' menaturalisasi' rakyat untuk menjadi 'warga negaranya'. Sebuah slogan yang jelas dapat membuat para calon mahasiswa berdecak kagum. Karena di zaman seperti ini di sebuah Negeri yang katanya besar, yang profesi sebagai mahasiswa menjadi kaum minoritas, ternyata masih ada Lembaga pendidikan sekelas Universitas yang peduli dengan rakyat,di saat setiap elemen kekuasaan banyak mengeruk keuntungan dari berbagai sektor kehidupan di Negeri ini.

Tapi, slogan hanyalah tinggal slogan tanpa bukti artefak dan simbol penuh makna. Detik demi detik, menit tiap menit, hari demi hari, semua berubah  dalam sekejap. Cita-cita mahasiswa yang  dipertanggung jawabkan kepada orang tua mereka harus terbentur dengan setiap kebijakan-kebijakan dan maklumat pihak Universitas yang sangat jauh dari esensi pendidikan yang mencerdaskan sekaligus memerdekakan. Mulai dari sistem administrasi yang tidak transparan, metode kurikulum perkuliahan yang berantakan, sampai yang lebih mengenaskan tidak jelasnya standar kompetensi pendidikan yang hendak dicapai.

Kondisi ini diperparah dengan status 'vacuum of power' di tingkat lembaga mahasiswa selama kurang lebih 4 tahun, terhitung sampai saya pertama kali menginjakan kaki di tempat ini. Kampus yang memiliki kemiskinan wadah kreatifitas mahasiswa.

Satu tahun berlangsung,roda kegiatan mahasiswa berangsur mulai hidup kembali, ditandai dengan diadakannya pemilihan raya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang sempat vakum selama 4 tahun. Meskipun terkesan dipaksakan, tapi ada kebanggaan bagi mahasiswa yang namanya masuk dalam jajaran 'parlemen'. Bisa dibilang, untuk sementara, kampus ini sedikit mengalami kemajuan 'peradaban'.

Beberapa bulan berlangsung, kegiatan mahasiswa terbangun dari tidur panjangnya. Perekrutan besar-besaran dilakukan oleh para senior-senior kepada mahasiswa baru untuk menjadi calon penerus mereka yang sebentar lagi akan memasuki masa 'kadaluwarsa'.

Sayang, animo kebangkitan itu tidak berlangsung lama alias seyap senyap sampai. Para mahasiswa mengaku sebagai pendahulu warga kampus yang dipercaya duduk di kursi parlemen untuk menyampaikan program dan keluh kesah mahasiswa, kolaps seiring berjalannya waktu. Berbagai alasan klasik mengemuka berkaitan dengan vakumnya mereka. Tetapi bisa ditarik kesimpulan bahwa minimnya komunikasi organisasi dan banyaknya konflik kepentingan yang mencuat menjadi penyebab utama mandulnya program parlemen yang dipaksakan pada saat itu.

'Vacuum of power'. Lagi-lagi itu kondisi yang harus dihadapi mahasiswa. Semua program yang telah dicanangkan setiap UKM mentah begitu saja tanpa meninggalkan pembelajaran. Beruntung, mahasiswa tidak terlalu lama berkubang dalam kondisi ketidakpastian ini. Mahasiswa kembali melaksanakan pemilihan raya Badan Eksekutif Mahasiswa untuk yang ke dua kalinya sejak masa 'kegelapan'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline