Situbondo merupakan sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini terletak di bagian timur Pulau Jawa dan berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo di sebelah barat, Kabupaten Bondowoso di sebelah timur, Selat Madura di sebelah utara, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Lumajang di sebelah selatan. Ibu kota Kabupaten Situbondo adalah kota Situbondo.
Kabupaten Situbondo sendiri memiliki kebudayaan dan tradisi yang beragam, mulai dari yang agamis hingga magis. Kebudayaan ini hadir dari berbagai daerah atau desa yang ada di Situbondo, salah satunya adalah Desa Kedunglo.
Desa Kedunglo merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Masyarakat desa Kedunglo memiliki beragam kebudayaan dan tradisi, baik yang agamis maupun magis, serta yang masih kental digiatkan maupun yang sudah hampir hilang.
Salah satu tradisi yang rutin dijalankan adalah pengajian mingguan dan longnolongi, yang artinya tolong-menolong. Longnolongi biasanya dilakukan ketika ada warga sekitar yang melakukan perayaan atau peringatan, seperti resepsi pernikahan dan tahlilan, di mana para tetangga membantu warga yang menyelenggarakan acara tersebut.
Selain yang rutin dilakukan, ada juga kebudayaan/tradisi yang sudah hampir hilang, yakni tradisi Pujian Dhemmong. Pujian Dhemmong merupakan salah satu tradisi memanggil hujan asal desa kedunglo yang berisikan dengan nyanyian, tarian, dan iringan musik dari mulut di mana tradisi ini dilakukan oleh banyak orang selama 7 hari 7 malam.
Pujian Dhemmong dilakukan dengan berjalan dari Asta Tekos, yang merupakan suatu batu sakral yang dibungkus dengan kain, ke arah barat dan di setiap pertigaan berhenti untuk melakukan ritualnya. Menurut Pak Mahwi (salah satu penari tradisi Pujian Dhemmong, Desa Kedunglo), batu ini dapat dijadikan tempat berdoa meminta segala hajat dan apabila mengucapkan perkataan buruk yang ditujukan kepada Asta Tekos niscaya hal buruk akan terjadi pada orang tersebut.
Asal-usulnya tradisi ini konon katanya dari masyarakat petani yang hendak menanami lahannya meminta hajat agar pertaniannya sukses dan perairan lahannya lancar. Mereka biasanya datang ke Asta Tekos dengan membawa sesajen atau persembahan untuk meminta hajat di sana, yang disebut dengan memuji. “Bukan hanya untuk permintaan hujan saja, namun bisa meminta hajat apapun” Kata Pak Mahwi, salah satu penari dari tradisi Pujian Dhemmong.
Sayangnya, Pujian Dhemmong belum diwariskan secara turun-temurun kepada generasi muda sehingga menyebabkan hampir hilangnya tradisi ini. Adanya adaptasi tradisi juga menjadi salah satu faktor hampir hilangnya Pujian Dhemmong ini, ditambah tradisi ini hanya akan dilakukan ketika ada warga yang berkepentingan meminta. Menurut beberapa sumber, dewasa ini warga lebih cenderung memilih untuk melakukan shalat dan berdoa bersama di tandon (tempat penampungan air letaknya di atas bukit) atau berdoa di makam Wali Songo. Akibat ini, Pujian Dhemmong ini sudah lama tidak dilakukan dan belum ada inisiatif untuk melestarikannya.
Sebagai generasi muda, generasi penerus bangsa, kita wajib untuk lebih dalam mencari tahu kekayaan budaya dan tradisi bangsa dalam rangka untuk melestarikannya. Budaya merupakan harta warisan sekaligus identitas bangsa. Apabila hilangnya suatu budaya dan tradisi, lantas bagaimana dengan identitas kita sebagai anak bangsa dan apa yang dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H