Lihat ke Halaman Asli

Berjalan Tengah Malam Buta

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

si pejalan malam berputar kelintar kelintir
baling-baling waktu berkitir
apa sebenarnya yang dia pikir
oh jangan, jangan lagi tafsir getir

biarkan luka merebak sekehendak hati
merumus masa depan perih tak terperi
gentayangan bak hantu menelan geram
berendam legam di kelam malam

apa artinya gelap saat semua terlelap
mengawang menerawang di atas atap
ingin rasanya tertawa gagap
menatap kalong-kalong muram berkelayap

pernah terpikir ia adalah seorang pencuri
mencoba meraih hati sang dewi penanti sepi
tapi dia tak mengerti, sunyi itu abadi
keindahan yang bungkam terbebat temali mimpi

oh, apakah yang dia inginkan menulis puisi
tapi sungguh kata-kata tak ada lagi
maka termangulah si gagak hitam sendiri
rembulan pucat telah hilang sedari tadi
lari tergopoh menyembunyikan diri

bernyanyi? apakah dia sangup bernyanyi?
mana ada gagak mampu berlagu mendayu merdu
setidakya dia harus punya rasa malu
dan sedikit tahu diri,
suaranya merebak parau menguak memekak kelu

diam, lebih baik kau terus saja diam redam
menggigit bibir sambil terpejam
tatkala curam malam menyulam kesedihan
lihat lihatlah, sebuah pohon kering tua rentan
tersedusedan menanti ajal di kesia-siaan

malam semakin suram menghujam dalam
teruslah terus  saja berkelana seraya menyelam
terbenam pekat menghirup udara di samodra gulita
satu, dua, tiga detikmu masih berlaga
malammu pasti akan berakhir segera

rwmangun 7 Agt 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline