Lihat ke Halaman Asli

Adi Firmansyah

frelance dan konten kreator

Filosofi Johan Cruyff yang Merevolusi Dunia Sepakbola

Diperbarui: 4 September 2024   00:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revolusi Sepak Bola di Atas dan Di Luar Lapangan

Johan Cruyff bukan hanya pemain sepak bola yang hebat; ia adalah seorang revolusioner. Sepanjang kariernya, baik sebagai pemain maupun pelatih, Cruyff mengubah wajah sepak bola dengan ide-ide radikal dan visi yang cemerlang. Ia adalah maestro lapangan hijau yang membuat lawan terpesona dengan gaya bermainnya yang anggun, tetapi di luar lapangan, ia adalah seorang pemikir, seorang pemimpin, dan bahkan seorang pembangkang yang tidak takut menentang otoritas. Kisah hidupnya, baik dalam sepak bola maupun di luar lapangan, adalah narasi tentang keberanian, perubahan, dan dedikasi yang mendalam terhadap permainan yang ia cintai.

Awal dari Sang Visioner

Lahir pada 25 April 1947 di Amsterdam, Belanda, Hendrik Johannes Cruijff, atau yang dikenal sebagai Johan Cruyff, tumbuh di lingkungan sederhana. Ibunya bekerja di kantin Ajax, dan sejak kecil, Cruyff sudah akrab dengan klub sepak bola yang akan menjadi titik tolak karier legendarisnya. Ketika ayahnya meninggal saat Cruyff berusia 12 tahun, beban kehidupan yang keras menimpanya. Namun, dengan dorongan ibunya dan determinasi kuatnya, ia terus menekuni sepak bola. Berkat bakatnya yang luar biasa, pada usia 17 tahun, Cruyff menjalani debut profesionalnya bersama Ajax Amsterdam, klub yang akan membentuknya menjadi ikon global.

Ajax dan Lahirnya Total Football

Di Ajax, Cruyff tidak hanya bersinar sebagai seorang pemain; ia juga menjadi pusat dari evolusi taktik revolusioner yang dikenal sebagai "Total Football" (Sepak Bola Total). Di bawah pelatih legendaris Rinus Michels, Ajax mengembangkan filosofi di mana setiap pemain di lapangan dapat berpindah posisi dan beradaptasi sesuai dengan situasi permainan. Ini menuntut kemampuan teknis, kecerdasan taktik, dan pemahaman mendalam tentang permainan—kualitas yang dimiliki Cruyff berlimpah serta mendalam.

Pada era 1970-an, Ajax menjadi kekuatan dominan di Eropa, memenangkan tiga gelar Liga Champions berturut-turut antara tahun 1971 dan 1973. Cruyff, sebagai pemain utama, menunjukkan permainan yang anggun namun efektif, dengan dribbling halus, umpan akurat, dan penyelesaian tajam. Tetapi lebih dari itu, Cruyff adalah otak di lapangan, seorang jenderal yang mengatur ritme permainan dengan intelektualitas yang jarang ditemukan dalam sepak bola. Di Ajax, Cruyff tidak hanya memenangkan trofi; ia mengubah cara sepak bola dimainkan.

Pindah ke Barcelona dan Peran sebagai Ikon

Pada tahun 1973, Cruyff pindah ke Barcelona, sebuah klub yang saat itu sedang berada di masa-masa sulit. Transfer ini menciptakan gelombang besar di dunia sepak bola, dan Barcelona berharap kedatangan Cruyff bisa menghidupkan kembali kejayaan mereka. Sejak kedatangannya, Cruyff mengubah dinamika klub dengan pengaruh langsung yang terasa baik di dalam maupun di luar lapangan. Pada musim pertamanya, ia membantu Barcelona memenangkan La Liga untuk pertama kalinya dalam 14 tahun, dengan kemenangan ikonik 5-0 atas Real Madrid di Santiago Bernabéu, momen yang masih dibicarakan hingga hari ini.

Di Barcelona, Cruyff menjadi lebih dari sekadar pemain; ia menjadi simbol kebanggaan dan pemberontakan Katalunya terhadap rezim Franco yang otoriter. Fans memujanya, dan Cruyff menjelma menjadi ikon bagi klub dan wilayah tersebut. Bahkan, anaknya diberi nama Jordi—nama Katalan yang saat itu dilarang oleh pemerintah Spanyol—menunjukkan bahwa Cruyff tidak takut menentang otoritas.

Karier Internasional yang Berliku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline