Lihat ke Halaman Asli

AD. Agung

Tukang ketik yang gemar menggambar

Inovasi Teknologi dalam Penanganan Perkara Pidana

Diperbarui: 31 Januari 2016   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penegakan hukum sebagai landasan tegaknya supremasi hukum, tidak saja menghendaki komitmen ketaatan seluruh komponen bangsa, tetapi mewajibkan aparat penegak hukum menegakkan dan menjamin kepastian hukum. 

Nota kesepahaman tentang Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Pidana secara Terpadu dengan Basis Teknologi Informasi, telah ditandatangani oleh Menteri Koordinator Bidang Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan; Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo; Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly; Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar; Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali; Jaksa Agung M Prasetyo; Kapolri Jenderal Badrodin Haiti; dan Kepala Lembaga Sandi Negara Djoko Setiadi. 

Dengan didasari PP No.2/2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Inpres No.7/2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, penanganan perkara pidana yang didukung oleh teknologi informasi ini diharapkan dapat meminimalisir permasalahan komunikasi dan koordinasi antar-instansi penegak hukum sekaligus mempercepat proses penanganan perkara, —proses peradilan dari awal sampai akhir, penyidikan hingga eksekusi— sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

KUHAP telah membedakan tugas dan wewenang dari setiap tingkatan pemeriksaan sejak dari penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan serta memberikan sekat yang jelas terhadap tugas dan wewenang penyidik, penuntut umum, juga hakim. Pembagian kewenangan tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan tugas penegakan hukum dapat menjadi fokus dan tidak menimbulkan duplikasi kewenangan, melainkan terintegrasi karena antara institusi penegak hukum dengan pihak terkait lainnya secara fungsional memiliki hubungan sedemikian rupa di dalam proses penyelesaian perkara pidana.

Sebagai sebuah sistem, sudah semestinya memiliki perangkat struktur atas sub sistem yang bekerja secara koheren, koordinatif, dan integratif, hingga mencapai efisiensi dan efektifitas yang maksimal.  

Dekade lalu, sistem penegakan hukum terintegrasi yang disebut dengan Integrated Criminal Justice System ini sebenarnya telah dilakukan oleh Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, serta Kepolisian RI. Masing-masing komponen penegak hukum pun telah memiliki sistem informasi manajemen yang sedang dikembangkan oleh masing-masing lembaga penegak hukum, seperti NCIC Polri (Pusat Informasi kriminal), SIMKARI (Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan RI), SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara Mahkamah Agung), dan SDP (Sistem Database Pemasyarakatan). Kini ditingkatkan dengan dukungan teknologi informasi yang berbasis pada pendekatan business process.

Masyarakat berharap, inovasi sistem yang bersifat terbuka ini juga didukung oleh integritas dan moral yang baik dari para aparat penegak hukum. Kolaborasi yang berorientasi kepada supremasi hukum dapat meminimalisir miskomunikasi dan diskoordinasi antar aparat penegak hukum, sehingga akan membawa energi positif dalam prosesnya serta menutup peluang timbulnya kepentingan subyektif dan ego sektoral/kelembagaan yang dapat merugikan kepentingan pencari keadilan dan kontra-produktif terhadap penegakan hukum dan penegakan Hak Asasi Manusia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline