Lihat ke Halaman Asli

Pro-Kontra Transportasi Berbasis Aplikasi

Diperbarui: 5 April 2016   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadilan ekonomi telah diamanatkan pada pasal 3 UUD Tahun 1945, yang berbunyi ekonomi kerakyatan adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Berbagai inovasi kegiatan ekonomi terus bermunculan, termasuk kegiatan ekonomi yang menggunakan teknologi online.

Pemanfaatan teknologi online berbasis aplikasi, kita dapat melakukan kegiatan ekonomi semakin kompetitif. Perdagangan barang dan jasa melalui internet atau e-commerce. Dengan e-commerce proses transaksi menjadi lebih mudah dan singkat, dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.

Perkembangan ekonomi di Indonesia, pasar e-commerce semakin menggurita seiring perkembangan zaman, serta permintaan konsumen. Kelebihan yang ditawarkan pasar e-commerce memudahkan pebisnis menawarkan barang dan jasa pada konsumen dengan kecepatan dan biaya yang lebih murah.

Melihat perkembangan ekonomi Indonesia yang di rajai oleh penjualan online ini, tidak sedikit pebisnis yang tidak menggunakan aplikasi menjadi lemah, dikarenakan banyak konsumen memilih menggunakan aplikasi karena lebih mudah. Hal ini menjadi wajar, sejauh tetap menaati peraturan yang ada.

Pro-kontra yang terjadi akibat booming-nya kegiatan berbasis online yang mampu meningkatkan perekonomian beberapa pelaku bisnis online, banyak di nilai negatif oleh pelaku bisnis non-online. Mereka berpendapat bahwa pelaku bisnis online telah mengambil sebagian atau hampir seluruh konsumen. Seperti sekarang, maraknya jasa angkutan berbasis online (daring).

Selasa (22/3) lalu, terjadi demonstrasi yang dilakukan pengemudi jasa transportasi konvensional. Demonstrasi terjadi karena mereka menuntut sebuah keadilan akibat keberadaan jasa transportasi berbasis aplikasi online. Negara memiliki kekuasaan penuh untuk bertanggung jawab serta memastikan perekonomian yang terjadi di masyarakat menjadi seimbang.

Pengemudi jasa transportasi konvensional merasa gerah dengan adanya transportasi berbasis daring karena mengurangi pendapatan mereka sebesar 50 persen. Tetapi juga jangan sampai menutup atau memblokir transportasi berbasis daring tersebut. Masyarakat sudah merasakan manfaatnya dari transportasi daring tersebut. Kenyamanan, kemudahan, kecepatan, dan biaya yang lebih murah pun menggiurkan pengguna jasa transportasi daring. Transportasi berbasis daring ini juga sudah menjadi tren yang mendunia dari sebuah revolusi angkutan umum.

Bukankah sebaiknya pebisnis non-online menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang sudah modern agar tidak ketinggalan zaman. Sehingga pertumbuhan ekonomi dapat lebih meningkat lagi, asalkan regulasi mengenai perizinan dan pajaknya sesuai.

Mengenai pro-kontra yang akhir-akhir ini terjadi antara transportasi daring dengan transportasi konvensional, seharusnya pemerintah bisa mengendalikannya. Bersama Menkominfo Rudiantara dan Menhub Ignasius Jonan menemukan titik terang. Tetapi kedua Menteri mempunyai fikiran yang berbeda.

Jonan mengirim surat kepada Rudiantara untuk memblokir aplikasi transportasi daring. Rudiantara menolak dengan pemblokiran tersebut, beliau menilai aplikasi yang dibuat Uber, Grab serta Gojek tidak memuat pesan porno atau perjuadian, sehingga tidak harus diblokir.

Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengadakan rapat dengan Rudiantara, Ignasius Jonan serta perwakilan Uber dan Grab. Hasil dari rapat tersebut, pemerintah memberikan tenggat waktu dua bulan hingga 31 Mei 2016 bagi taksi berbasis aplikasi atau daring, untuk mematuhi ketentuan sebagai angkutan umum. Mereka pun siap melengkapi segala persyaratan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline