Lihat ke Halaman Asli

Maghfirah itu Daging bagi Tulang

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya membayangkan, bagaimana jadinya jika kita berjalan dengan tubuh yang tidak tertutupi suatu apa pun, jika kulit pun tak mampu menutupi daging, tulang dan perut yang penuh dengan berbagai macam kotoran. Saya pun membayangkan, bagaimana jadinya, jika Tuhan begitu kejam dengan membiarkan semua itu terus terjadi.

Untunglah, Allah tidak sekejam itu. Allah menutupi tulang dan otot-otot kita dengan daging, kemudian dilimpahkan kain yang maha sempurna untuk memperindah. Hanya terkadang ada yang ingin mengurangi jatah tubuhnya dari perlindungan pakaian yang sepantasnya. Dada-dada yang tak bidang, terasa lebih jumawa dengan kain penutup, karena tak terlihat ceruk yang sangat nampak itu.

Allah menutupi segala keburukan yang kita miliki dengan kerapian dan keistimewaan, itulah bentuk maghfirah Allah kepada kita. Maghfirah, mengutip Quraish Shihab, juga berarti sebuah penutupan keburukan-keburukan yang ada, selain sebagai bentuk pengampunan atas dosa-dosa yang dilakukan. Tidak hanya keburukan perilaku, tetapi juga keburukan fisik yang kita punya.

Banyak ulama berpendapat bahwa, awal Ramadhan merupakan terhamparnya ruang pengampunan yang begitu luas. Terkabulnya doa-doa yang dipanjatkan seorang shaim. Jika dosa-dosa bisa gugur dan semua tertupi, manusia mana yang tak bisa sempurna. Kita berjalan, kita ditutupi dari rasa angkuh, saaat berjalan terhindar dari rasa marah, saat bersikap dihindarkan dari rasa dengki. Setiap yang bertemu dengan kita, menerima senyum kita dengan ucapan salam, menerima keramahan dengan peluk kagum.

Ini bentuk maghfirah, ampunan dan penutupan diri dari keburukan. Segala dosa yang kemudian menjadi tiada, segala keburukan yang kemudian menjadi keindahan. Jika kita percaya maghfirah, maka yang datang akan hadir dengan benderang dan kegembiraan, sedang yang pergi akan meninggalkan kenangan ternyaman.

Tetapi, maghfirah bukan dari rumah ajaib yang tiba-tiba menyulap segalanya jadi indah. Setiap orang yang ingin memiliki maghfirah bermula dari nilai yang mulia, pemenuhan diri atas kebaikan, dan pelepasan diri dari keburukan. Seseorang yang ingin mendapatkan maghfirah, berjalan dari masa lampau untuk menjadi kenangan dan ibrah, kemudian melangkah untuk membuat kebaikan-kebaikan. Ia berjalan dari bulan yang terlupakan, dan bersungguh-sungguh di bulan berkah ini untuk mencapai maqam muttaqien (orang bertakwa).

Ia akan memohon dengan kesungguhan, agar tak ada lagi yang tersisa dari masa lalu yang buruk, sehingga yang tersisa dari gerak adalah kebaikan. Bila bertemu dengan kawan, bertemu dengan mengucapkan salam dan wajah yang yang menyenangkan. Ditutupi segala bentuk kerut muka yang tampak tak bersahabat. Sepertinya maghfirah itu sederhana, tutupi yang buruk dengan kebaikan-kebaikan.

Tuhan menutupi semuanya dengan sederhana, sesederhana keinsafan kita atas dosa-dosa, dan pemaaafan kita kepada orang-orang yang mendzalimi kita. Allah berfirman, “Dan hendaknya mereka memaafkan dan berlapang dada, tidakkah kalian ingin Allah mengampuni kalian?" (QS. An-Nur :22).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline