Lihat ke Halaman Asli

Penyanderaan, Taktik Kuno Para Teroris yang Kembali Digunakan

Diperbarui: 31 Maret 2016   15:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kapal Tug Boat Brahma 12 yang diduga dibajak Kelompok Milisi Abu Sayyaf. (Facebook Welmy Loway)"][/caption]Teroris memiliki beraneka ragam pilihan dalam taktik untuk menjalankan aksinya. Taktik teroris dalam aksi terorisme meliputi taktik tradisional dan taktik megaterorisme. Taktik tradisional antara lain dengan melakukan serangan bom (termasuk serangan bom bunuh diri), pembakaran, pembunuhan, serangan bersenjata, penyanderaan dan negosiasi, penculikan, sabotase, pembajakan alat transportasi udara, laut, darat. Taktik Megaterorisme melakukan aksi pembunuhan massal, terorisme nuklir, penggunaan senjata kimia dan biologi, penggunaan senjata pemusnah massal/WMD.

Taktik penyanderaan digunakan dan berjalan seiring sejarah dan perkembangan terorisme. Taktik ini digunakan karena merupakan cara yang sesuai dengan tujuan dasar terorisme itu sendiri, yaitu menciptakan rasa ketakutan di masyarakat untuk mencapai tujuan politiknya serta efek tambahan yang menguntungkan, yaitu penambahan dana dan logistik untuk operasional kegiatan terorisme. Teknik penyanderaan dilakukan di berbagai tempat, baik darat, lautan, maupun udara dengan cara membajak pesawat dan menyandera penumpanngya.

Pada tahun 1974, atlet olimpiade Israel disandera dan dibunuh di Munich Jerman, pembajakan pesawat di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia pada kasus pembajakan pesawat Garuda Woyla. Namun, teknik penyanderaan yang digunakan hampir tidak dipergunakan oleh para teroris sampai pada dekade 2000-an ketika para teroris menggunakan teknik serangan langsung yang spektakuler dan tentu saja menimbulkan ketakutan dan kengerian, juga korban yang sangat banyak, yaitu serangan bom bunuh diri (suicide attack), ditandai dengan serangan 9/11 ke WTC New York. 

Tidak dipergunakannya lagi teknik penyanderaan selain menemukan taktik yang lebih spektakuler, yaitu serangan bom nunuh diri juga karena teknik penyanderaan kurang atau bahkan berakhir dengan kegagalan karena serbuan balasan dari aparat keamanan setempat, serta teknik ini memerlukan perencanaan yang rumit baik pola, teknik, dan sasaran penyanderaan. Taktik penyanderaan dianggap tidak efektif dan banyak menemui kegagalan.

Pada 3 tahun terakhir, taktik kuno penyanderaan kini kembali digunakan para teroris karena faktor yang sangat mendukung, yakni perkembangan era globalisasi dunia, yakni kemajuan teknologi informasi dan perkembangan demokrasi dunia. Banyaknya negara otoriter yang tumbang berganti dengan negara demokratis yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dengan konsekuensi kewajiban sebuah negara untuk memberikan perlindungan terhadap warga negaranya, peyanderaan merupakan taktik kuno yang kembali jadi taktif yang efektif.

Dengan tetap memperhitungkan serangan balasan dari aparat keamanan, yakni menggunakan teknik penguasaan wilayah, serangan untuk pembebasan sandera merupakan persoalan yang rumit karena tidak hanya dengan teknik militer, tetapi juga melibatkan aspek diplomasi, hukum internasional, perlindungan warga negara yang disandera, maka terbukti para teroris macam perompak Somalia, ISIS sukses menggunakan teknik ini. Jutaan dollars didapatkan. Penciptaan teror, kengerian, mereka dapatkan dan kekuatan daya tekan meningkat terbukti. Ketika negara-negara yang warganya disandera tidak menuruti keinginan mereka, tak satu pun negara atau masyarakat internasional mampu menghentikan aksi mereka, bahkan beberapa sandera telah dibunuh. 

Kini kelompok teroris Filipina Selatan kembali menerapkan taktik kuno dengan menyandera beberapa WNI kita. Dengan memperhitungkan kondisi wilayah, hubungan internasional yang kadang rumit, kelompok teroris Filipina mencoba-coba atau menjajal menyandera WNI setelah beberapa tahun lalu menyandera Warga Negara Malaysia yang gagal dibebaskan. Entah bagaimana ceritanya, pembebasan sandera warga negara Malaysia dengan diplomasi/negosiasi dan serbuan militer berakhir dengan ditembak mati salah satu sandera.

Semoga Indonesia mampu menangani masalah ini dengan baik. Penulis yakin akan kemampuan diplomat Kementarian Luar Negeri, aparat intelijen, dan TNI dalam menyelesaikan kasus ini dengan happy ending.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline