Lihat ke Halaman Asli

Alam dan Antropogenik Penyebab Banjir Jakarta

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah menyandang predikat ibukota, kota metropolitan, kini Jakarta menyandang predikat Kota Macet dan Banjir. Banjir Besar pada 2002, seakan menyadarkan dan menyentak kita semua, ternyata ibukota tidak sehebat yang dibayangkan oleh kita-kita orang kampung macam saya. Kedua persoalan itu kini menjadi perhatian dan fokus pemerintah Pemda DKI Jakarta dalam menata ibukota.

Ada dua hal penyebab banjir di Jakarta yakni: Faktor Alam dan Faktor Antropogenik atau perilaku masyarakat Jakarta. Mengatasi banjir atau meminimalisir dampak banjir karena faktor alam, Pemda DKI denga komando langsung Gubernur Jokowi, melakukan upaya-upaya seperti memperbanyak daya tampung air seperti revitalisasi waduk, pembersihan dan normalisasi kelancaran air di pintu-pintu air,membuat sumur-sumur resapan di titik-titik rawan banjir, pembersihan selokan-selokan, atau drainase. Jika kali ini banjir masih juga menggenangi Jakarta, memang faktor alam, kiriman banjir dari Bogor, belum bisa diantisipasi. Pembangunan waduk, sarana penampung air diluar Jakarta sangat disayangkan masih terkendala birokrasi dengan Pemda Jawa Barat. Juga faktor kekuatan alam yakni curah hujan yang tinggi di Jakarta. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika/BMKG, curah hujan normal per bulan adalah 300-400 mm.  Pada banjir 2002, BMKG mencatat curah hujan di Jakarta pada Januari- Februari adalah 364 ml. Hujan yang melanda Jakarta kemarin BMKG mencatat curah hujan di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, curah hujan mencapai 63 milimeter per hari. Di Kemayoran, Jakarta Pusat, curah hujan 100 milimeter per hari dan di Tanjung Priok, Jakarta Utara, sekitar 73 milimeter per hari. Di kawasan Waduk Melati curah hujan tercatat 141 mm per jam. Upaya melawan alam selain rekayasa cuaca oleh BNPB,juga dengan membuat penampungan air, seperti waduk, resapan dll.

Yang tidak kalah memusingkan penyebab banjir di Jakarta adalah faktor Antropogenik yaitu perilaku masyarakat Jakarta. Buang sampah sembarangan, bangunan di bantaran sungai,drainase yang buruk di perumahan-perumahan. Perilaku pengembang perumahan yang tidak memikirkan atau memperdulikan sistem drainase pemukiman yang dibangunnya. Bangunan atau pemukiman di bawah ketinggian sungai. Upaya pembersihan selokan yang digelar Pemda DKI sedikit banyak mampu mengurai genangan-genangan air. Denda buang sampah sembarangan, pemindahan bangunan di bantaran sungai, dan tentunya bagaimana merubah perilaku buruk masyarakat Jakarta tentang penyebab banjir dan permasalahannya.

Fenomena banjir di Jakarta begitu rumit. Ada daerah yang memang menjadi langganan banjir seperti kampung pulo Jatinegara. Gabungan faktor alam dan antropogenik masyarakat yang buruk menjadikan banjir datang. Ada yang bukan daerah banjir 2 tahun belakangan jadi banjir. Bahkan daerah yang seumur umur tidak pernah banjir, kemarin tergenang air, seperti daerah Kalimalang. Bagaimana tidak banjir pemukiman penduduk berada di ketinggian di bawah sungai. Curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan air meluap. Demikian juga dengan Tol Jagorawi exit cililitan, ada sungai kecil yang mengalir sepanjang pinggir Tol, karena curah hujan tinggi pasti meluap.

Banjir di Jakarta, disebabkan faktor alam dan antropogenik/perilaku masyarakat Jakarta. Penanganan banjir harus kepada kedua hal tersebut. Mungkin  yang paling sulit adalah menangani faktor Antropogenik apalagi pada era kebebasan saat ini. Masyarakat tidak boleh di paksa. Jadi perlu waktu dan kesabaran, sementara banjir datangnya jelas sewaktu-waktu..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline