Sebagai etalase perekonomian rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta, keberadaan Para Pedagang di Kawasan Malioboro perlu dijadikan Perhatian. Adanya Malioboro sebagai tempat wisata yang ikonik di Yogyakarta tidak terlepas dari para pedagang yang selama ini berjejer di sepanjang pedestrian malioboro. Mereka menjual berbagai macam produk yang berhubungan dengan ikoniknya jogja seperti kaos, bakpia, sandal, tas, cinderamata dan bahkan kuliner khas Jogja. Berbagai macam pernak-pernik khas jogja tersebut membuat Malioboro seakan menjadi jantung perekonomian masyarakat yang tidak hanya masyarakat sekitar Maliboro saja, namun juga dari seluruh penjuru Yogyakarta.
Pada tanggal 1 Februari 2022 telah terjadi perubahan tata kota yang berbeda, dimana para pedagang kaki lima yang semula berjejer di sepanjang pedestrian Malioboro dipindahkan ke sebuah tempat yang sudah dirancang dan sedemikan rupa untuk menampung para pedagang Maliboro. Penataan para pedagang ini dimaksudkan untuk membuat kesan malioboro seperti jaman dahulu yang bersih dari PKL dan sebagai wujud penerapan sumbu filosofis kraton Yogyakarta. Sumbu filosofis ini adalah gambaran garis tak kasat mata yang terbentang terbentang dari Tugu Golong – gilig atau pal putih, Kraton Yogyakarta dan panggung krapyak. Sumbu filosofis sendiri menggambarkan cita – cita mulia untuk menjadikan jogja dengan penanda – penanda keistimewaannya dapat bertahan dan tetap lestari dari generasi ke generasi. Kawasan malioboro dan pasar beringharjo mempunyai makna tersendiri yang jika digabungkan filosofi antara keduanya memiliki makna yakni mengusir dari keinginan negatif ( godaan kekuasaan dan harta ).
Seluruh Pelapak di Malioboro tidak dipindahkan ke satu tempat bernama Teras Malioboro, namun dibagi menjadi 2 tempat yaitu Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2. Letak kedua tempat baru tersebut juga relatif tidak terlalu jauh dan masih berada di jalan malioboro. Teras malioboro 1 berdiri di bekas lahan bioskop indra, di barat pasar beringharjo. Sedangkan Teras Malioboro 2 berdiri di bekas bangunan dinas pariwisata tepat di sebelah utara kantor DPRD DIY. Nuansa dan wajah baru terbentuk setelah pemindahan para pelapak malioboro itu dilaksanakan. Toko - toko ataupun bangunan - banguan yang berdiri di sepanjang malioboro kembali menghidupkan malioboro “tempo dulu” yang tidak seperti pasar tradisional dan hanya menyisakan para pejalan kaki dan lalu lalang kendaraan.
Wajah baru juga terpampang dari berdirinya Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2. Di dalamnya, para pelapak malioboro sudah tertata rapi menurut jenis usaha mereka. Di Teras Malioboro 1, pembagian jenis usaha pedagang terbagi menjadi 3 gedung yaitu produk tas, kerajinan, akik, dan pernak-pernik malioboro lainnya ditempatkan di gedung utama yang terdiri dari 3 lantai. Sedangkan lini usaha lain yaitu kuliner terbagi menjadi 2 gedung lain yang menyerupai “food court“. Pada Teras Malioboro 2 juga tidak jauh berbeda dari Teras Malioboro 1 hanya terbatas layout penempatan saja. Karena kerapiannya, Teras Malioboro sudah mampu dijadikan spot foto yang instagrammable sebagai konten media sosial dan lebih nyaman untuk dilihat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H