Lihat ke Halaman Asli

Tren Makanan Viral: Kenapa Tidak Bertahan Lama?

Diperbarui: 25 September 2023   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teringat betapa viralnya tahu bulat pada tahun 2016 silam atau es kepal Milo pada tahun 2018 yang lalu? Hingga yang tengah viral akhir - akhir ini yaitu es kul - kul? Kira - kira, kenapa ya makanan viral itu selalu bermunculan dari masa ke masa?

Kemudahan akses media sosial seperti TikTok, Instagram, X atau Twitter dan berbagai platform sosial lainnya bagi seluruh lapisan masyarakat menjadi faktor pendukung munculnya berbagai makanan viral dalam jangka waktu yang dekat antara satu makanan dan yang lainnya. Bahkan makanan atau snack yang berasal dari luar negeri bisa viral di Indonesia hingga menjadikan masyarakat beramai - ramai membeli dengan jasa titip maupun langsung membelinya ke luar negeri, bukankah hal tersebut merupakan bukti dahsyatnya kekuatan media sosial dalam mempengaruhi penggunanya?

Berbagai macam inovasi yang hadir dalam dunia perkulineran tersebut berhasil menarik minat khalayak umum untuk mencoba hingga viral di media sosial, namun fenomena makanan viral ini cenderung tidak bertahan lama atau musiman.

Menghilangnya tren makanan viral biasanya mulai terjadi ketika banyak bermunculan penjual produk serupa sehingga makanan viral tersebut mudah untuk ditemui dimanapun, para penjual makanan viral dadakan ini cenderung memanfaatkan momentum viral dari suatu produk.

Menjamurnya penjual makanan viral ini justru menurunkan value atau nilai jual pada produk tersebut, sehingga konsumen akan merasa bahwa kehadiran produk atau makanan itu tidak lagi eksklusif dan menarik karena sudah banyak dijual dimana - mana. Surutnya hype terhadap makanan viral ini memang sudah biasa terjadi, sebagaimana mudahnya suatu produk baru untuk menjadi populer di kalangan masyarakat dalam kurun waktu sekejap maka produk tersebut juga berpotensi untuk surut dalam waktu dekat atau cenderung short-term.

Selain karena banyaknya bermunculan penjual makanan viral di kalangan masyarakat, faktor - faktor lain yang dapat meredupkan masa viral sebuah makanan adalah karena rasa dan harga yang ditawarkan tidak sesuai. Contohnya seperti penjual makanan khas Korea tteokbokki namun tidak menggunakan saus gochujang karena berpikir yang penting membuat kuah atau saus terasa pedas padahal ciri khas tteokbokki adalah sausnya yang kental dan rasa khas dari pasta cabai tersebut. 

Hal seperti itu yang berpotensi membuat konsumen memiliki persepsi yang buruk terhadap tteokbokki asli di Korea walaupun belum pernah mencobanya secara langsung karena kekecewaannya saat mencoba tteokbokki disini.

Kasus lain yang menjadikan makanan viral tidak mampu bertahan lama karena penjual mematok harga yang tinggi sehingga konsumen memiliki pemikiran lebih baik membuat sendiri di rumah karena perhitungan biaya dan tenaga yang lebih sepadan. 

Tak hanya dua hal di atas yang menjadi kekurangan fenomena makanan viral masa kini, tetapi kandungan gizi yang terbilang rendah karena makanan - makanan itu biasanya didominasi bahan baku gula atau tepung yang tinggi karbohidrat dan lemak. Bisa kita lihat sudah berapa banyak hidangan yang memakai topping bahkan bahan utama dari berbagai macam cokelat atau selai merk ternama dengan branding bahan premium dan jumlah takaran yang lebih dari kebutuhan gizi sehari - hari manusia dewasa itu menjadikan makanan viral ini tidak bisa dikonsumsi secara terus - menerus.

Memang tidak ada yang salah ketika pelaku ekonomi atau penjual mampu melihat momentum atau peluang bisnis karena untuk menjual menu makanan yang sedang populer biasanya tidak memerlukan keahlian khusus karena mayoritas makanan yang viral merupakan jenis hidangan atau minuman yang mudah untuk diduplikasi, tidak memiliki resep khusus atau rahasia dan bahan baku cenderung mudah dicari, meski begitu tetap diperlukan inovasi agar produk makanan viral yang dijual dapat bertahan lebih lama bahkan berkesempatan berumur panjang.

Usaha penjualan makanan viral seperti risol mayo, mochi, atau es kul - kul memang bisnis dengan low - cost atau bermodal rendah tetapi dengan terus diadakannya inovasi maka produk tersebut akan mampu bertahan di pasaran lebih lama, sehingga ketika banyak penjual produk serupa yang tidak melakukan inovasi mulai berjatuhan karena "masa emas" dari makanan viral tersebut sudah redup, penjual yang melakukan inovasi berkesempatan menarik konsumen untuk datang kepadanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline