Berita hari ini (11/9) ramai terkait diliburkannya kegiatan sekolah di beberapa kota di Indonesia karena kabut asap.
Bahkan di Malaysia, sekolah juga diliburkan karena alasan yang sama. Gubernur di wilayah provinsi Riau dan Kalimantan Barat mengeluarkan instruksi kepada Dinas Pendidikan untuk meliburkan sekolah. (Baca di sini untuk Riau dan di sini untuk Kalbar).
Kabut asap kembali menjadi perhatian publik karena sudah mengganggu aktivitas yang paling banyak dilakukan masyarakat yaitu bersekolah.
Sebenarnya sejak bulan Juli 2019, berita merebaknya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah menyebar luas. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa titik panas karhutla yang banyak dikenal dengan hotspot meningkat tajam pada Bulan Juli di beberapa provinsi rawan kebakaran di Indonesia.
Bahkan di Riau mengalami dua puncak meningkatnya hotspot yaitu Februari-Maret dan kembali naik mulai Juli hingga awal September 2019.
Selain Riau empat provinsi lain yang paling rawan karhulta yaitu Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Sumatera Selatan (Sumsel) dan Jambi (Gambar 1)
Gambar 2 menunjukkan kenaikan titik panas yang serempak di Bulan Juli dan semakin meningkat pada awal bulan September ini.
Data tersebut berasal dari hotspot dari Satelit Terra/Aqua dengan confidence (tingkat kepercayaan) di atas 80% yang bisa diakses bebas di situs Sipongi yang dikelola bersama oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN).
Nilai Confidence ini menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi bahwa hotspot karhutla kemungkinan besar merupakan titik kebakaran di lapangan.
Dari jumlah hotspot bulanan yang tersaji pada Gambar 1 terlhat bahwa peningkatan tajam terjadi di Provinsi Kalbar dan Kalteng.
Padahal bulan September baru berjalan 11 hari tapi jumlah hotspot di kedua wilayah ini sudah mendekati angka 1500. Sementara di Sumatera, Provinsi Jambi dan Riau terdeteksi hotspot yang juga sangat banyak.