Dowora namanya. Ini adalah sebuah desa yang terletak di antara Pulau Bacan dan Pulau Halmahera di Provinsi Maluku Utara. Dowora secara admistratif masuk dalam Kecamatan Gane Barat Selatan Kabupaten Halmahera Selatan. Belum lama ini, saya dan tim relawan kemanusiaan singgah di desa yang terletak di pulau kecil ini.
Dowora termasuk desa terdampak gempa magnitudo 7.2 pada 14 juli 2019 lalu. Desa ini menurut Kepala Desa Dowora terdiri dari 500 KK dengan jumlah jiwa skitar 2000 jiwa.
Akibat gempa besar sebulan lalu, sebanyak 200 rumah rusak dan 400 KK mengungsi. Pengungsi gempa menempati daerah paling tinggi desa ini.
Saat kehadiran pertama kali, saya sudah merasakan ada masalah yang mudah ditemukan, yaitu air bersih. Itu terjadi saat saya ingin BAB, saya harus melakukannya di kapal milik Dinas Kelautan dan Perikanan maluku Utara, karena di kampung air tidak untuk buang air.
Di Kapal itu tentu saja tidak ada air tawar. Saya harus menimba air laut dari atas kapal untuk keperluan BAB saya di toilet kapal.
Saya dan tim relawan bermaksud melihat sejauh mana kemungkinan membuat sumber air baru. Kami diajak ke sebuah lembah tempat sumber mata air yang digunakan warga. Ternyata banyak ibu-ibu berada di sebuah sumur untuk mencuci dan mandi. Saat kami mendekati sumur, bau menyengat tercium.
Saya kaget melihat warna air yang hitam. Ini air benar-benar tidak layak untuk dikonsumsi apalagi untuk minum. Sebersih dan sebagus-bagusnya air adalah air berwarna coklat namun tetap berbau. Tiga sumur yang ada di lembah desa Dowora ini tercemar air limbah pembuangan kegiatan rumah tangga.
Lalu dari mana warga mendapatkan air bersih selain dari sumur? Ternyata mereka memgambil air bersih dari Pulau Halmahera dengan kapal milik desa dengan tangka air besar sebagai tempatnya.
Dari tangka air ini, air ini dijual ke masyarakat. Masyarakat membeli seharga Rp 20.000 untuk satu tong yang berisi sekitar 50 liter. Air ini biasanya habis dalam waktu sehari untuk satu keluarga.
Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) sebenarnya telah melakukan survei titik air di Dowora, namun hasilnya nihil.
Akhirnya pemerintah berinisiatif untuk memberikan fasilitas kapal pengangkut air bersih. Sayangnya kapal tersebut rusak, setelah beberapa tahun digunakan.
Beberapa opsi untuk menjawab krisis sir tersebut, pemerintah Halsel lebih cendrung membuat instalasi air bersih dengan menggunakan tehknologi menyulam air bersih.
Menurut tokoh masyarakat desa ini, kondisi sulitnya air bersih sudah berlangsung lebih 50 tahun. Mereka bertahan dengan kondisi apa adanya.
Paskagempa kondisi masyarakat bertambah sulit. Dari hasil kesepakatan warga, kami menyampaikan sumbangan sebuah kendaraan pengangkut air (KAISAR).
Sumbangan ini berasaal dari para donator yang menitipkan lewat Lembaga kemanusiaan Indonesia Humanity Care (IHC), Dewan Masjid Indonenesia (DMI) dan Hilal Merah Indonesia (HILMI).