Lihat ke Halaman Asli

Achmad Siddik Thoha

TERVERIFIKASI

Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Belajar dari Pepohonan di Tempat Tercemar

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13467228411847682837

[caption id="attachment_203780" align="aligncenter" width="448" caption="Suasana Jalur Hijau"][/caption]

Setiap hari kulintasi jalan yang padat yang sesak dengan kendaraan. Kendaraan bermotor meraung, menyemburkan asap dan mengotori udara. Asap beterbangan dan udara pun tercemar. Asap-asap inilah, sumber racun perusak kesehatan. Pantas, masker-masker menghiasi para pengendara sepeda motor saat ini. Mereka sangat takut asap. Asap beracum itu akan memperburuk kesehatan mereka.

Tidak juga demikian. Kulihat sosok-sosok tegar, kokoh, menjulang dan hijau itu tampak selalu segar. Tak peduli sepekat apa asap terkepul. Tak hirau sepadat apa lalu lintas kendaraan di depan mereka. Mereka adalah pepohonan yang tumbuh di kanan kiri jalan maupun di tengah jalan. Deretan pepohonan tersebut kudengar sering disebut dengan pohon jalur hijau yang merupakan salah satu bentuk dari hutan kota. Berbagai jenis pohon ditanam di jalur hijau untuk menaungi jalanan dan menambah indah pemandangan kota. Oh, indahnya mereka.

Kuamati lebih jauh, ternyata pepohonan di jalur hijau tak hanya sebagai peneduh dan penambah indah suasana kota. Mereka, pepohonan kota, justru sangat penting perannya dalam menyerap gas beracun, partikel, dan debu khususnya dari kendaraan bermotor. Hasil pembakaran kendaraan bermotor mengeluarkan gas buangan yang mencemari lingkungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Gas buangan kendaraan bermotor sedikitnnya mengandung karbondioksida, karbon monoksida, dan timbal. Gas-gas tersebut sangat kotor dan berbau serta meracuni lingkungan bila tetap bertahan dalam jumlah banyak di udara.

Hm, sungguh menakjubkan. Kurenungi lebih dalam lagi. Ternyata, melalui kemampuannya menyerap gas-gas beracun, pepohonan di jalur hijau menjadi penyelamat kehidupan manusia. Mereka rela terpapar siang malam oleh racun-racun itu. Mereka tak bisa mengelak karena mereka memang tak bergerak. Mereka tetap jalankan tugas meski harus hidup di lingkungan ekstrim, jalanan tercemar penuh racun.

Luar biasa pepohonan itu. Tak sekedar menyerap dan mengurangi kadar racun di daerah perkotaan, pepohonan itu mampu mengubah gas-gas berbahaya menjadi sesuatu yang menguntungkan dirinya dan bermanfaat pula bagi lingkungan. Mereka mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat yang dibutuhkan dirinya dan juga menebar kesegaran oksigen ke lingkungan sekitar. Maka makhluk lain, khususnya manusia, begitu merasa segar saat berada di bawah pepohonan karena oksigen bisa mereka hirup. Sementara hasil pernafasan manusia yang mengeluarkan karbondioksida dihirup oleh pepohonan.

Masih ada lagi keajaiban mereka. Lihat dan perhatkan! Pepohonan itu juga meredam bau dan memberikan keharuman dengan bunga-bunganya. Saat udara beracun yang tak sedap menerpa pepohonan, pepohonan mengubah bau tersebut menjadi wewangian dari bunga-bunganya. Mereka juga memberikan kesejukan pandangan dengan daun-daunnya yang hijau. Mereka memayungi pengguna jalan yang kepanasan dan kehujanan dengan daun dan rantingnya yang rindang.

Duh, sungguh menakjubkan. Apa pelajaran hidup yang bisa kuambil dari merka, pepohonan yang kokoh di tempat tercemar? Sebuah pelajaran hidup dari sebuah individu dan komunitas yang tetap kokoh berdiri sekaligus memberi manfaat dalam kondisi lingkungan tak diinginkan. Saat hidup dalam lingkungan yang kondusif, penuh kemudahan dan kelapangan, memberi adalah sesuatu yang tidaklah sulit. Namun saat masalah menghimpit, cobaan menerpa, dan kesulitan hidup menghantam, maka memberi adalah sesuatu yang luar biasa.

Sahabat! Bila racun-racun kehidupan adalah kesulitan, kesempitan, dan masalah, maka karakter pohon telah memberi contoh untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang menguntungkan. Racun-racun kehidupan itu sebenarnya justru sangat kita butuhkan untuk menambah kuat pribadi kita. Tak mungkin kita kuat tanpa tantangan, latihan, dan pertarungan melawan sesuatu yang tidak mengenakkan.

Maka, setelah kita kuat, kita menjadi orang yang paling siap untuk memberi manfaat bagi sesama dan lingkungan. Racun-racun yang diserap telah kita ubah menjadi amal yang menyegarkan, karya yang mengharumkan, dan prestasi yang indah di lingkungan kita.

Salam lestari!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline